Pawitikra CATHOLIC Students

WELCOME & GOD BLESS YOU ALWAYS

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Selasa, 25 Januari 2022

Kalit Rabu Biasa 3

Nikmatilah dan resapilah Sapaan Tuhan hari ini!

Adakah Ia bicara kepadamu?

Bagaimana kita menanggapinya?

Rahmat yang kamu peroleh apa?







Salinkanlah SabdaNYA yang bicara kepadamu! Pada komentar dibawah ya


GEREJA KATOLIK yang APOSTOLIK

“Apostolik” atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”, sudah ada sejak zaman Gereja perdana sendiri (bdk Ef 2:20, Bdk Why 21:14), tetapi sebagai sifat khusus keapostolikan baru disebut akhir abad ke-4. Dalam perjanjian Baru kata “rasul” tidak hanya dipakai untuk kedua belas rasul yang namanya disebut dalam Injil (lih Mat 10:1-4).


Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam “estafet”, yang didalamnya ajaran benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada para uskup sekarang. Yang disebut “Apostolik” bukanlah para uskup, melainkan Gereja. Sifat apostolik berarti bahwa Gereja sekarang mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. Hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.

Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak dulu kala sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Bukan mengulangi, tetapi merumuskan dan mengungkapkan kembali apa yang menjadi inti hidup iman. Seluruh Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja dan setiap anggotanya, perlu mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.

Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari segala rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh Gereja dan setiap anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja, tetapi juga atas pelayanannya. Sifat keapostolikan Gereja tidak pernah “selesai”, tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan. Gereja, yang oleh Kristus dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostolik, senantiasa harus mengembangkan dan menemukan kembali kesatuan, kekatolikan, keapostolikan, dan terutama kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus dihayati, oleh Gereja seluruhnya dan oleh masing-masing anggotanya.

GEREJA YANG KATOLIK

Di mana ada uskup, disitu ada jemaat, seperti di mana ada Kristus disitu ada Gereja Katolik (ungkapan St. Ignatius dari Anthiokia). Yang dimaksud ialah dalam perayaan Ekaristi, yang dipimpin oleh uskup, hadir bukanlah jemaat setempat tetapi seluruh Gereja. “Gereja katolik yang satu dan tunggal berada dalam gereja-gereja setempat dan terhimpun daripadanya (LG 23)”.


Gereja selalu “lengkap”, penuh. Tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian. Gereja setempat, baik keuskupan maupun paroki bukanlah “cabang” Gereja Universal. Setiap Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan orang beriman yang sah, merupakan seluruh Gereja. Gereja tidak dapat dipotong-potong menjadi “Gereja-Gereja bagian”.

Kata “Katolik” selanjutnya juga dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Dengan demikian kata “katolik” mendapat arti yang lain: “gereja disebut Katolik, karena tersebar diseluruh muka bumi dan juga karena mengajarkan secara menyeluruh dan lengkap segala ajaran iman tertuju kepada sesama manusia, yang mau disembuhkan secara menyeluruh pula” (St. Sirilus dari Yerusalem).

Sejak itu kata “Katolik” tidak hanya mempunyai arti geografis, tersebar keseluruh dunia, tetapi juga “menyeluruh”, dalam arti “lengkap”, berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti tertuju kepada siapa saja. Pada abad ke-5 masih ditambahkan bahwa Gereja tidak hanya untuk segala bangsa, tetapi juga untuk segala Zaman.

Pada zaman reformasi kata “Katolik” muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja yang tersebar di mana-mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu pula kata “Katolik” secara khusus dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja Universal, tetapi dalam syahadat kata “Katolik” masih mempunyai arti asli “universal” atau “umum”. Ternyata universal pun mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif.

Dalam Konsili Vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia yang terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus. “Kekatolikan” Gereja berarti bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak terbatas pada para anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia. Dengan sifat “katolik”, diharapkan Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri karena Roh yang berkarya di dalamnya. Oleh karena itu yang “katolik” bukanlah hanya Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab di dalam jemaat hadirlah seluruh Gereja.

Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang mematuhi para gembala mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja (Lih. Kis 8:1; 14:22-23; 20:17). Gereja-Gereja itu ditempatnya masing-masing merupakan umat baru yang dipanggil oleh Allah, dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Dalam jemaat-jemaat itu, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik (Lih. St. Agustinus, melawan Faustus, 12, 20: PL 42, 265; Khotbah 57,7: PL 38, 389) (LG 26).

GEREJA KATOLIK YANG KUDUS

Kekudusan Gereja dibicarakan dalam Konsili Vatikan II, konstitusi Lumen Gentium pada bab V. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, mealinkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus.


Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci : “Di dunia ini gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dalam hal kesucian pun yang pokok bukanlah bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.


“Suci” sebetulnya berarti yang dikhususkan bagi Tuhan. Jadi yang pertama-tama menyangkut seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikhususkan bagi Tuhan, atau orang. Malah sebenarnya harus dikatakan bahwa “yang kudus” adalah Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang, disebut “kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.


Kudus pertama-tama bukanlah termasuk kategori moral yang menyangkut kelakukan manusia, melainkan kategori teologis (ilahi), yang menentukan hubungan dengan Allah. Ini bukan berarti kelakuan moral tidak penting karena yang dikhususkan bagi Tuhan, harus “sempurna” (Im 1:3, Rm 6:19, 22).


“Gereja itu suci dan sekaligus harus dibersihkan, serta terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan “(LG 8). Kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan, terus menerus.

GEREJA YANG SATU

“Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah (lih 1Ptr 2:5-10)”, dan membuat mereka menjadi satu Tubuh (lih. 1Kor 12:12) dan (AA 18). “Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja ialah kesatuan Allah yang tunggal dalam tiga pribadi, Bapa, Putra dan Roh Kudus” (UR 2).

Landasan Hukum Gereja yang Satu dapat kita lihat dalam Katekismus Gereja Katolik dibawah ini :

“Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik” (LG 8). 

Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811)

Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya yang tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya” (DS 3013). (KGK 812)

Gereja itu satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putra, dan Roh Kudus” (UR 2 §5). Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. “Sebab Putra sendiri yang menjelma … telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu tubuh” (GS 78,3). Gereja itu satu menurut jiwanya. “Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja” (UR 2 §2). Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (St. Klemens dari Aleksandria, Pæd. 1,6,42:PG 8,300). (KGK 813)

Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; “maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri” (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Oleh karena itu, Santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” (Ef 4:3). (KGK 814)


Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, “ikatan kesempurnaan” (Kol 3:14). Tetapi kesatuan Gereja peziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut ini:

  • pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para Rasul;
  • perayaan ibadat bersama, terutama Sakramen-sakramen;
  • suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah. (KGK 815)


“Itulah satu-satunya Gereja Kristus … Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing … Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya” (LG 8). 


Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: “Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petrus-lah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah” (UR 3). (KGK 816)

Senin, 24 Januari 2022

KELAS SURAT KATOLIK - PETRUS

PETRUS I


Kita hampir tidak rahu sama sekali tentang hidup rasul Petrus dari Konsili Yerusalem, dalam tahun 49 (lihat Kis 15), sampai waktu ia menulis surat ini sekitar tahun 64, Pasti bahwa ia pergi ke Roma. Karena bertanggung jawab atas seluruh Gereja, ia, seperti Paulus, harus berangkat ke pusat dunia Romawi, meskipun motif-motif mereka berbeda.


Sebuah tradisi yang sangat tua menegaskan bahwa ia dibunuh dalam pengejaran Nero dalam tahun 66 dan bahwa ia dikuburkan di Bukit Vatikan. Penelitian dalam beberapa tahun belakangan ini menemukan sebuah kuburan dan tulang-tulang dengan berbagai macam tulisan (inskripsi), yang hampir dapat dipastikan merupakan kubur dan tulang sang Batu Karang Gereja.

Dengan demikian dalam kurun waktu yang singkat sebelum kematiannya ia menulis surat ini dari Roma. Petrus tidak memiliki kecerdasan'dan bakat sastra seperti Paulus. Sebaliknya dengan kata-kata sederhana, ia berwarta kepada orang-orang Kristiani dari provinsi Asia, di mana pengejaran-perigejaran pertama sudali mulai dilakukan. Berbeda dari Paulus, ia tidak peduli dengan klarifikasi atau definisi iman. .Ia berusaha membangkitkan keberanian kaum beriman yang menderita dengan menghadirkan contoh Kristus kepada mereka dan dengan menjelaskan konsekuensi-konsekuensi pembaptisan.

Dalam surat ini, segala sesuatu dari 1:3 sampai 3:7 diinspirasi oleh upacara pembaptisan di dalam gereja awal: himne-himne dan homili (renungan) tentang ritus dan kehidupan Kristiani. Bagi Petrus itu merupakan.sebuah cara paling jitu untuk mengingatkan pembaca-pembacanya tentang kondisi kehidupan Kristiani mereka.

Akhir surat ini mengajarkan kita bahwa Petrus menulis lewat tangan Silvanus yang adalah murid Paulus. Inilah sebabnya mengapa dalam beberapa perikop, kita dapati topik-topik yang sama seperti yang terdapat dalam surat-surat Paulus.




PETRUS II


Kitab ini merupakan yang terakhir dari seluruh Alkitab, yang mungkin ditulis sekitar tahun 100, disajikan sebagai surat kedua Petrus. Tiga bab surat ini berkaitan dengan tiga persoalan pokok pada zaman itu:
- memelihara iman sebagaimana diajarkan oleh saksi-saksi Yesus
- berjuang melawan "guru-guru" yang mengacaukan iman, dan yang mengajarkan kemesuman.
- menjelaskan mengapa Kristus belum juga kembali.

(dari berbagai sumber)

KELAS SURAT PAULUS kepada ROMA

ROMA

Yesus datang sebagai Penyelamat, dan terutama Ia hendak menyelamatkan umat Israel. Kepada mereka Yesus berbicara tentang Kerajaan Allah, dan mereka mengerti. Allah akan meraja atas bangs a mereka sama seperti atas hidup mereka, Yesus mengakui keinginan-keinginan mereka dan mengarahkan mereka ke suatu misi yang lebih luas: bagi mereka itulah kabar baik.
Tetapi, setelah beberapa tahun kemudian, dengan mulainya misi ke daerah-daerah Romawi, Injil juga harus diwartakan sebagai kabar baik untuk orang-orang Yunani dan Kekaisaran Romawi yang mendengar para rasul. Mereka tidak mengambil bagian dalam keinginan orang Yahudi untuk kemerdekaan karena dilindungi oleh struktur-struktur sosial yang begitu kuat dan tidakada seorang pun yang mempertanyakannya. Untuk menguasai bangsa-bangsa taklukan, Kekaisaran Romawi menghapus kebanggaan diri dan ambisi balk bangsa kecil maupun besar, dan dengan demikian dialami suatu kekosongan di mana senti men religiUs akan bertumbuh, Orang-orang ini memperhatikan semua yang berhubung dengan "pribadi manusia" dan mereka mencari suatu jalan keluar dari nasibnya berliadapan dengan banyak ajaran dan agama,Kristus harus diwartakan kepada mereka sebagai orang yang dapat menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi dan Dialah yang memberikan mereka hidup yang benar.

Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, ibukota kekaisaran, Paulus memberijawaban atas hal-hal yang selalu dipikirkan oleh orang Yunani tanpa mengabaikan orang-orang Yahudi Sesungguhnya, cukup banyak orang Yahudi di dalam komunitas dl Roma (begitu pula di dalam komunitas-komunitas lain di seluruh Kekaisaran Romawi). Bagi mereka yang percaya akan Kristus kesulitan mereka adalah bagaimana menempatkan diri terhadap, Tuhan setelah mayoritas umat Yahudi menolak Kristus. Sampai saat itu, mereka mengambil bagian dalam harapan-harapan umatIsrael, serta berpikir bahwa seluruh Israel akan melihat kedatangan Tuhan Penyelamat, tetapi kenyataannya mereka hanya minontas di pinggir sejarah keselamatan yang panjang.


Surat kepada jemaat di Roma sebagian besar memberi keterangan tentang panggilan Kristen Surat itu tampaknya sulit bagi kita dan itulah kenyataannya. Di dalamnya kita akan menemukan pembicaraan dan penggunaan ayat-ayat yang sering kali membingungkan kita sebab Paulus menjelaskannya sama seperti sekolah-sekolah rabi di Yerusalem. Paulus tidak memulai penjelasannya dengan suatu ajaran atau teologi, tetapi selalu kembali pada pengalamannya sendiri. Pertemuan dengan Kristus yang telah bangkit, panggilan Paulus yang menjadikan dia pelayan Injil, pengalaman panjang sebagai seorang rasul, karunia-karunia Roh yang bekerja di dalam dirinya, persatuan yang langgeng dengan Yesus, Tuhan, adalab dasar visi imannya.

Paulus berbicara tentang keselamatan Allah seolah-olah melupakansituasi panas di Palestina di mana nasionalisme Yahudi bertentangan dengan-kekarseran Romawi dan di mana harapan religius dipolitisasikan. Keselamatan Allah adalah keselamatan seluruh umat manusia tetapi menjadi di dalam hatimanusia; semuanya tergantung padajawaban kita kepada panggilan Allah; apakah kita berani percaya kepada-Nya?

Paulus, ditandai oleh pengalamannya sendiri, menjelaskan awal iman kepercayaan sebagai perubahan yang sangat 'dramatis, Manusia itu diperbudak oleh dosa (kita harus mengerli apa artinya dosa bagi Paulus). Tuhan tidak menunggu jawaban lain kecuali iman, dan inilah yang akan membebaskan kita.

 


Keselamatan ini adalah yang diumumkan oleh Alkitab, tetapi bukan sebagai perbaikan atau reformasi agama Yahudi saja. Oleh karena pembaptisan kita dimasukkan ke dalam suatu dunia yang penuh misteri, yaitu dunia Kristus yang telah bangkit; kita sudah ada "di dalam Kristus" dan kita hidup menurut Roh-Nya. Karunia Roh membuka zaman baru di mana semuanya dilakukan karena hukum cinta kasih bagi mereka yang telah menjadi anak Allah. Kemudian Paulus kembali pada masalah umat Yahudi: bagaimana dapat memahami sejarah Israel yang baginya Allah menjanjikan seorang penyelamat yang sama sekali tidak mereka kenal.

Paulus mengirim surat ini, kemungkinan besar dari Korintus pada tahun 57 atau 58. Sampai saat itu, ia hanya menulis surat kepada umat-umat yang ia kenaI secara pribadi dan yang masalah-masalahnya diketahuinya dengan baik. Untuk kali ini, ia memberikan keterangan sistematis tentang iman, tentang keselamatan dan tentang kehidupan Kristen. Namun, pada bagian kedua, ia juga memperhatikan masalah-masalah konkret, Di Roma, sebagaimana di bagian lain dalam kekaisaran Romawi, tidak mudah bagi umat Yahudi dan orang kafir yang baru dipertobatkan unruk berkumpul. Paulus mengetahui hal ini dan ia menjelaskan kepada mereka apa yang menurut mereka terlalu sulit untuk dilaksanakan: bagaimana menerima perbedaan antara kelompok.

Bagi banyak pembaca sural ini, mereka mengalami kesulitan. Sebagian terjadi karena Paulus menggunakan ayat-ayat Alkitab sama seperti para rabi pada masanya untuk membela argumentasi-argumentasinya. Dan kita tidak melihat denganjelas maksud ayat-ayat tersebut atau apa yang ingin dibuktikannya. Kita akan berusaha untuk menerangkan ayat-ayat tersebut. Surat ini juga 'mungkin membingungkan mereka yang tidak terbiasa melihat iinan dan kehidupan Kristen sebagai akibat dari suatu pertobatan di mana seorang telah menemukan secara dramatis pengampunan dan cinta kasih Allah.

Surat kepada umat di Roma di dalam Gereja
Tidak mungkin dapat berbicara tentang surat kepada umat di Roma tanpa berbicara tentang pentingnya surat itu di dalam Gereja Protestan. Menurut banyak orang, surat itulah kunci untuk dapat menafsirkan seluruh Alkitab.

Adalah suatu fakta bahwa Luther memperdalam proses Reformasi dengan menggunakan surat ini. Dia bukan keliru dalam melihat di dalamnya suatu kritik terhadap Gereja yang sudah mantap dan kadang-kadang duniawi di mana sering kali iman itu merosot dan menjadi perbuatan-perbuatan yang tidak ada hubungan dengan iman yang betul-betul menyelamatkan. Umat Kristen pada abad pertengahan telah menjadi setia seperti umat Israel. Mereka telah menjadi Kristen oleh kelahiran; mereka percaya, sama seperti dalam kebudayaan lain, bahwa mereka akan diselamatkan oleh upacara-upacara keagamaan dan perbuatan-perbuatan baik, inilah yang akan membawa mereka masuk surga. Maka, adalah suatu perkara besar pada waktu itu, untuk memperingatkan orang-orang Kristen ini bahwa iman adalah jiwa setiap pertobatan, dan pertobatan ini hanyalah jawaban atas panggilan gratis dari Tuhan. Di dalam surat ini hanya ada Kristus, Penyelamat dan itu sudah cukup untuk melihat seluruh sistem religius yang dihancurkan oleh tradisi-tradisi dan berbagai devosi. Tentu saja ada iman, tetapi di dalam Gereja, umat hanya mendengar tentang khotbah-khotbab moral. Sabda Tuhan diwartakan kepada semua yang telah Dibaptis, yang sampai pada saat itu sudah terbiasa percaya kepada "pemimpin Gereja". Sebenamya, Reformasi adalah suatu kritikan hebat pada Gereja yang lebih menunjukan perhatiannya kepada diri sendiri daripada kepada Tuhan. Gereja itu berpegang pada suatu politik, sistem doktrin atau sistem yang menindas serta menutup pemandangan yang luas.

Tetapi mereka tidak memperhatikan bahwa surat ini, didasarkan atas seluruh pengalaman Paulus baik sebagai orang Yahudi maupun sebagai orang Farisi, dan kemudian sebagai rasul yang langsung dipanggil oleh Kristus. Inilah titik tolaknya dalam berbicara tentang dosa dan pembenaran, tentang panggilan Allah dan keselamatan oleh iman. Sama seperti orang-orang lain pada zamannya, Luther mencari jawaban atas masalah-masalah yang mereka alami dan terlebih atas kecemasan-kecemasan mereka. Mereka memperluas perspektif tentang dosa dan hukuman kekal; mereka adalah korban dari satu aliran filsafat (nominalisme) di mana tidak ada yang baik atau jahat dalam dirinya sendiri, kecuali kalau Allah mengatakannya. Oleh karena itu, semua yang dikatakan oleh Paulus tentang takdir Allah untuk umat Yahudi, mereka tafsirkan sebagai takdir pribadi ke surga atau ke neraka.

Ketika Paulus berbicara tentang pembenaran - satu kata yang pada saat itu artinya luas dan tidak pasti, maka yang ia maksudkan ialah bahwa Allah mengadakan kembali dalam diri kita suatu keteraturan yang benar; tetapi mereka mengerti bahwa jika kita percaya, Allah akan menerima kita biarpun tidak ada yang berubah dalam diri kita. Perspektif yang luas tentang umut manusia dan sejarahnya sebagai medan pertempuran antara dosa dan rahmat, disederhanakan menjadi persoalan pribadi: Benarkah aku bebas? Aku budak dosa atau budak rahmat? Denngan mengambil secara harafiah perbandingan-perbandingan .dan gambaran-gambaran Paulus, telah dikembangkan ajaran tentang dosa asal di mana kita semua membayar,sekarang dan untuk selama-lamanya, dosa nenek moyang kita yang pertama.

Banyak generasi .orang Protestan dan orang Katolik dipengaruhi oleh konflik ini keselamatan oleh iman saja, atau oleh iman dan perbuatan, atau oleh iman, perbuatan dan sakramen? Cinta kasih Allah Bapa dan Kristus Penyelamat dikesampingkan oleh suatu hasil tentang keselamatan: bagaimana aku dapat lolos dari tempat sempit ini di mana Allah menempatkan aku? Suatu pandangan tentang Tuhan yang adil, keputusan-keputusan yang tak dapat diubah, Allah yang menghukum orang-orang ke neraka mengakibatkan trauma pada orang-orang Barat. Pandangan ini pulalah yang di kemudian hari melahirkan suatu revolusi, yakni suatu ateisme militan semangat berjuang.

Adalah berguna untuk memikirkan tentang sejarah dan penyebab-penyebabnya. Mereka yang telah menggunakan Paulus sebagai latar belakang, terutama dalam suratnya kepada umat di Roma, akan melihat babwa bagi Paulus, Bapa Yesus adalah Bapa yang sangat mengasihi adalah, anak-Nya. Hampir sama dengan pemikiran Santo Yohanes, Paulus sering kali membuat refleksi tentang pengalaman pribadinya terutama persatuan dengan Allah Tritunggal.

Dalam membaca surat ini, kita juga dapat mengalami apa yang dilihat oleh Agustinus dan Luther: suatu penglihatan tentang misteri umat manusia yang diselamatkan oleh Kristus Mungkin saja karena mengabaikan misteri ini sebagaimana diterangkan di dalam surat ini, orang-orang Katolik menjadi terlalu mementingkan sakramen-sakramen dan praktek-praktek lain dan melupakan misi terpenting kepada dunia.

Surat-surat Rasul Paulus
Sejak awal mula Gereja-gereja melihat surat-surat yang mereka terima dari para rasul; karena dalam diri mereka Gereja memiliki saksi-saksi iman yang kompeten. Lebih sulit untuk mengumpulkan dokumen pada waktu itu dibandingkan sekarang, dan bahkan menyelamatkan bahan dari papirus yang sudah rusak dari kelembaban.

Jauh sebelumnya, ada kumpulan perdana tujuh surat rasul yang disusun berdasarkan panjang pendeknya surat seperti empat sural "besar" kepadajemaat di Roma, Korintus, dan Galatia, serta "surat-surat dari penjara". Surat lainnya sebagai tambahan: pertama, surat kepada jemaat di Tesalonika yang sebenamya paling tua; dan kemudian surat-surat yang diwariskan atas nama Paulus; surat-surat kepada Timotius dan Titus yang ditulis sek.itar dua puluh atau tiga puluh tahun kemudian, serta surat kepadajemaatdi Ibrani yang menarik, yang kemungkinan ditulis di bawah pengaruh Paulus namun oleh pengarang yang tidak dikenal. Kutipan dari 'Surat Kedua Petrus. (tidak ditulisnya sendiri tetapi k.ira-k.ira lima puluh tahun sesudah kematiannya) merupakan bukti bahwa sejak saat itu Surat-surat Paulus iermasuk di antara tulisan yang diilhami (2Ptr 3:15-16).

Paulus melihat dirinya sebagai "rasul bagi kaum non- Yahudi' di mana panggilan pribadinya di samping Petrus (kepada siapa Tuhan mempercayakan tugas pewartaan dunia Yahudi) tidak hanya di Palestina, tetapi juga di seluruh Kerajaan Romawi, di mana pun mereka berada. Paulus menerima tugas perutusannya dari Yes us sendiri pad a saat pertobatannya (Kis 22:21; Gal 2:7); tugas tersebut bagitu mendasar dan berat dalam penyebarluasan karya ilahi serta perluasan Gereja sehinggatidak juga selesai hingga saat kematiannya. Semangat Paulus, salah satu perwujudan semangat Kristus, tetap hidup di antara kita melalui surat-suratnya.

(Dari Berbagai sumber)