Pawitikra CATHOLIC Students: 02/16/22

WELCOME & GOD BLESS YOU ALWAYS

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Rabu, 16 Februari 2022

Pelestarian Lingkungan Hidup

Melestarikan lingkungan hidup adalah tanggungjawab seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Manusia diundang menjadi rekan kerja Allah untuk memelihara dan menjaga keutuhan alam semesta sehingga proses penciptaan masih dapat berlangsung.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Unsur Hayati (Biotik)
Yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan jasad renik.
2. Unsur Sosial Budaya
Yaitu lingkungan social dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan system nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk social.
3. Unsur Fisik (Abiotik)
Yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain.


Kekayaan dan Keragaman Sumber Daya Alam dan Maknanya bagi Hidup Manusia
Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam hayati yang tinggi dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Sumber daya alam itu disediakan bagi manusia untuk dimanfaatkan dengan bijaksana. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengatur pemanfaatanya, dengan menuangkan aturan itu didalam UUD 1945 khususnya pasal 33 ayat 3. Sumber daya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadiranya tidak dapat di ganti.


Fakta-fakta Kerusakan Lingkungan Hidup
a. Peristiwa alam
Berbagai bentuk banana alam yang akhir-akhir ini banyak melanda Indonesia telah menimbulkan dampak rusaknya lingkungan hidup. Gempa bumi, tsunami, gunung meletus adalah peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa-peristiwa itu secara alamiah akan selalu terjadi.Peristiwa alam tidak dapat dihindari. Namun dalam peristiwa yang terpaksa menelan korban jiwa, Allah tetap solider. Allah hadir dalam solidaritas manusia kepada manusia yang lain.

 

b. Ulah manusia
Kehancuran tata ciptaan terjadi karena ulah manusia. Saat manusia tidak taat dan tergoda untuk menjadi seperti Allah, manusia merusak tata ciptaan dan relasi dengan Allah. Manusia yang dipanggil untuk menjadi rekan kerja Allah, menolak tawaran kasih tersebut. Secara jelas dikatakan Paus bahwa kerusakan dan kehancuran lingkungan karena manusia inggin menggantikan tempat Allah.


Sebab dan Akibat Kerusakan Lingkungan
Kerusakan alam dapat disebabkan oleh peristiwa alam maupun kegiatan manusia . kerusakan yang paling parah adalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh perilaku,pola piker atau pendekatan manusia terhadap kekayaan alam yang keliru. Pola piker yang keliru tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pola pendekatan Teknokratis
Pola ini mengajrakan bahwa alam sudah disediakan Tuhan untuk kebutuhna manusia. Pola ini memungkinkan manusia untuk mempunyai sikap merampas segala sesuatu ang ada di alam secara serampangan. Mengambil segala sesuatu yang baik dan membuang yang tidak baik pada tempatnya. Tentu saja tindakan ini menyebabkan ketidakseimbangan alam.

 

b. Pola pendekatan ekonomis
Sikap manusia modern adalah mengedepankan siakp ekonomis dan mngesampingkan dampak ekologis.
1) System perokonomian sekrang cenderung berpola kapitalis yang memndanag laba sebagai hal ynag dapat membuat perusahaan bertahan. Agar laba meningkat, tentu biaya produksi akan ditekan sebanyak mungkin, termasuk pengolahan limbah dengan biaya yang paling murah.sistem ini tentu merusak system alam.
2) Pola hidup masyrakat yang tidak mementingkan lingkungan: membuang sampah sembarangan, memilih produk dengan kemasan yang tidak ramah lingkungan, penggunaan plastic yang berlebihan dan penggunaan kerta yang tidak efisien.
Adapun dampak yang diakibatkan dari pola piker yang salah tersebut,
a. Kekayaan biosfer yang rusak
Ciri khas biosfer adlah ekosistem-skosistem yang tak terhitung banyaknya yang saling mempengaruhi dan tegantung. Ciri lainnya adalah keseimbangan. Jika ada yang rusak maka aka nada yang memperbaarui. Jika ada yang mati maka akan muncul yang baru. Akan tetapi keseimbangan ini telah dihancurkan oleh manusia seperti penebangan pohon , pestisida kimia, pembuangan limbah secara liar. Ganngguan ekosistem di suatu tempat akan berpengaruh pada ekosistem di tempat lainnnya.
b. Generasi yang akan dating akan menderita
Setiap kerusakan yang belum dipulihkan atau tidak terpulihkan akan menjadi tanggungan generasi selanjutnya. Jadi secara tidak sadar kita telah mewariskan bencana dan penyakit pada generasi yang mendatang.
Kelompok yang pesismis melihat bumi tidak akan bertahan selamanya sementara kita dipanggil untuk memelihara dan merawatnya. Perlahan namun pasti, tata ciptaannya ini menuju kehancuran yang disebabkan oleh manusia. Gejala-gejalnya adalah,
a. Pemanasan global. Berubahnya iklim secara tidak menetu di seluruh dunia
b. Peningkatan kecil rotasi bumi. Disebabkan oleh isi kandungan bumi yang terkuras
c. Perubahan pola peruntukan tanah karena banyak orang lebih memilih hidup di kota daripada di desa sehingga kota menjadi penuh sesak sehinngga membutuhkan wilayah baru dengan mnegorbankan wilayah pertanian
d. Produksi minyak akan mencapai puncaknya pada 2018, itu artinya para Negara akan memperebutkan lahan minyak dan juga sumber makanan.
e. Gas mobil yang ¾ nya menghiasi udara yang kita hirup. Kendaraan yang terus bertambahan akan membuat jumlah co2 dalam udara bertambah sangat banyak .
f. Hutan hujan yang hanya 6% di muka bumi yang dulunya dari 14%. Menurut perkiraan dengan sisa tersebut, hutan hujan akan habis dalam waktu 40 tahun. Sekitar 1 – 1,5hektar hutan hujan habis dalam sedetik. Itu sama dengan kehilangan 137 jenis tanaman hewan dan serangga atau sama dengan 50.000 jenis dalam setiap tahunnya.
g. Gugusan karang laut akan hilang pada 2030 karena perubahan iklim dan lingkungan
h. Kutub utara akan mengalami musim panas pertama tanpa es pad 2040
i. Meningkatnya luas pada pasir di bumi
j. Kadar karbon monoksida yang terus meningkat


Tindakan Pelestarian Lingkungan Hidup
Melestarikan lingkupan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin Negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan bumi. Sekecil apapun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumu yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan. Di dalamnya terkandung dua gagasan penting yaitu:
a. Gagasan kebutuhan,khususnya kebutuhan pokok manusia untuk menopang hidup
b. Gagasan keterbatasan,yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan baik masa sekarang maupun yang akan datang.
Adapun ciri-ciri pembangunan berwawasan lingkungan adalah sebagai berikut:
a. Menjamin pemerataan dan keailan
b. Menghargai keanekaragaman hayati
c. Menggunakan pendekatan integrative
d. Menggunakan pandangan jangka panjang.
Pada era reformasi sekarang ini pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi berdasrkan GBHN dan Propenas, tetapi berdasarkan UU No.25 Tahun 2000 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Adapun tujuan SSPN:
a. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,efektif,berkeadilan,dan berkelanjutan.
b. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,pelaksanaan dan pengawasan.
Pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya memiliki tanggung jawab besar dalam upaya memikirkan dan mewujudkan terbentuknya pelestarian lingkungan hidup salah satunya yaitu pemerintah mencanangkan gerakan menanam sejuta pohon.
Syukur bahwa kesadaran untuk menyelamatkan bumi semakin dimiliki oleh semakin banyak orang. Banyak gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan dibuat di berbagai tempat,baik di kalangan Gereja maupun di masyarakat umumnya.


Hambatan-Hambatan Usaha Melestarikan Lingkungan Hidup
Secara teoritis, upaya pelestarian lingkungan hidup itu tidak terlalu sulit karena sudah dilengkapi dengan perangkat perundang-undangan yang akan mendukungnya. Namun demikian dalam kenyataannya, praktiknya tidaklah mudah. Banyak hambatan untuk mewujudkan kehendak baik itu antara lain sebagai berikut:
a. Demi pemenuhan kebutuhan perekonomian, upaya pelestarian alam menjadi terhambat karena terjadi konflik kepentingan, yakni kepentingan ekologis versus ekonomis.

b. Dari sistem manajemen lingkungan dan konservasi alam yang ditemukan ada ima hambatan utama, yaitu:
1) Minimnya jumlah sumber daya manusia dan pembagian anggaran yang tidak merata;
2) Kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat setempat;
3) Paktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme;
4) Kegagalan dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat setempat;
5) Gaya kepemimpinan diktaktor dari atas ke bawah.
c. Dari dinamika masyarakat sipil, ditemukan adanya ketidakpastian dalam pengaturan SDA yang sering menimbulkan konflik.
d. Sistem politik dan ekonomi yang korup.
e. Pembukaan hutan di dataran rendah untuk pemenuhan kebutuhan akan pangan.
f. Pembukaan hutan di dataran tinggi untuk perkebunan monokultur untuk pemasukan devisa negara dari sektor non migas.

g. Krisis ekonomi global.

h. Kekurangstabilan politik dalam negeri menyebabkan ketidakpastian implementasi kebijakan dalam bidang kehutanan dan SDA alamnya.

i. Tuntutan otonomi daerah.
Sebagai anggota masyarakat perlu mulai membangun ilim budaya cinta lingkungan. Niscaya perubahan sikap dan pola pendekatan alam yang bijaksana akan mempercepat pulihnya lingkungan yang kini dalam keadaan rusak. Secanggih-canggihnya sistem, sebanyak-banyaknya dana yang dianggarkan jika tidak dilandasi pemahaman yang benar mengenai tindakan itu sendiri rasanya tidak akan efektif.


Pelestarian Lingkungan Hidup Berdasarkan Terang Kitab Suci
Upaya pelestarian lingkungan hidup bukan hanya terjadi pada zaman ini, melainkan sudah sejak zaman awal peradaban manusia. Mungkin perbedaannya terletak pada pokok permasalahnnya, jika pada zaman lampau orang berpikir bagaimana berupaya agar lingkungan alam tidak rusak, sedangkan di zaman sekarang orang berpikir, bagaimana memperbaiki lingkungan alam yang rusak. Yang dituliskan Dalam kitab Kejadian 1: 28-29
Sejak awal mula, Allah telah menyerahkan bumi dan segala isinya kepada manusia untuk ditaklukkan dan dikuasai sebab Allah telah meletakkan sumber kehidupan itu di bumi dan segala isinya. Oleh karena itu, selagi manusia masih menggantungkan hidupnya kepada bumi dan lingkungannya, sudah sepantasnya manusia menjaganya agar ketersediaan sumber hidup itu tetap bertahan. Jika bumi dan alam lingkungannya rusak, tidak akan mampu lagi menyediakan sumber kehidupan manusia. Dengan demikian manusia akan mengalami kemusnahan karena tidak mampu bertahan hidup. Hanya manusia yang diciptakan sebagai gambar dan rupa Allah (imago dei) dan yang diberi kewenangan untuk menguasai dan menaklukkan bumi dengan segala isinya. Istilah “mengusahakan dan memelihara” atau “mengelola” dalam Kejadian 2:15, diterjemahkan dalam istilah Ibrani abudah yang sama maknanya dengan kata “ibadat” dan mengabdi
Walaupun begitu praktik yang terjadi ternyata manusia memiliki kecenderungan menghadapi alam tidak lagi dalam konteks “sesama ciptaan”, tetapi mengarah pada hubungan “tuan dengan miliknya.” Manusia memperlakukan alam sebagai obyek yang semata-mata berguna untuk dimiiki dan konsumsi. Alam diperhatikan hanya dalam konteks kegunaan (utilistik-materialistik). Dalam iman Kristen, hubungan baru manusia dengan alam bukan saja hubungan dominio (menguasai), tetapi juga hubungan communio (persekutuan). Persekutuan dengan Allah harus tercermin dalam persekutuan dengan alam. Hubungan yang baik dengan alam sekaligus mengarahkan kita pada penyempurnaan ciptaan dalam “langit dan bumi yang baru”
Materialisme adalah akar kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu materialisme menjadi praktik penyembahan alam. Kristus mengingatkan bahaya mamonisme (cinta uang/harga) yang dapat disamakan dengan sikap rakus terhadap sumber-sumber alam (Mat 6:19-24 par; 1Tim. 6:6-10). Oleh karena mencintai materi, alam dieksploitasi guna mendapatkan keuntungan material. Maka supaya alam dapat dipelihara dan dijaga kelestariannya manusia harus berubah (bertobat) dan mengendalikan dirinya. Manusia harus menyembah Allah dan bukan materi. Dalam arti itulah maka usaha pelestarian alam harus dilihat sebagai ibadat kepada Allah melawan penyembahan alam khususnya penyembahan alam modern alias materialism atau mamonisme.


Rancangan dan Pelaksanaan Tindakan Pelestarian Lingkungan Hidup di Lingkup Masyarakat
Tahap-tahap pelaksanaan tindakan pelestarian lingkungan hidup:

a. Persiapan
Teradapat 3 kegiatan kunci yang harus dilakukan, yaitu:
1) sosialisasi rencana kegiatan dengan kelompok masyarakat;
2) pemilihan atau pengangkatan motivator (kelompok inti);
3) penguatan kelompok kerja yang telah ada atau pembentukan kelompok kerja baru.

 

b. Perencanaan
Terdapat 7 ciri perencanaan yang dinilai akan efektif:
1) proses perencanaann berangkat dari situasi nyata;
2) merupakan perencanaan partisipatif, termasuk keikutsertaan masyarakat setempat;
3) berorientasi pada tindakan berdasarkan tingkat kesiapan;
4) memiliki tujuan dan target yang jelas;
5) memiliki kerangka kerja yang fleksibel bagi pengambilan keputusan;
6) bersifat terpadu;
7) meliputi proses-proses untuk pemantauan dan evaluasi.
c. Persiapan Sosial
Untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi masyarakat, maka harus dipersiapkan secara social agar dapat:

1) mengutarakan aspirasi serta pengetahuan tradisional dan kearifannya dalam menangani isu local yang merupakan aturan yang harus dipatuhi;

2) mengetahui keuntungan dan kerugian yang didapat dari setiap pilihan intervensi yang diusulkan yang dianggap dapat berfungsi sebagai jalan keluar untuk menanggulangi persoalan lingkungan yang dihadapi;

3) berperan dalam perancanaan dan pengimplementasian rencana tersebut.


d. Penyadaran Masyarakat
Terdapat 3 kunci penyadaran:
1) tentang nilai ekologis, ekosistem, dan manfaat penanggulangan kerusakan lingkungan;
2) tentang konservasi
3) tentang keberlanjutan ekonomi jika upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dapat dilaksanakan secara arif dan bijaksana.

 

e. Analisis Kebutuhan
Teradapat 7 langkah pelaksanaannya:
1) penyusunan rencana awal dengan melibatkan masyarakat local;
2) identifikasi situasi yang dihadapi dilokasi kegiatan;
3) analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman;
4) Identifikasi masalah yang memerlukan tindak lanjut;
5) identifikasi pemanfaatan kebutuhan yang diinginkan di masa depan;
6) identifikasi kendala yang dapat menghalangi implementasi yang efektif dari rencana tersebut;
7) identifikasi strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan kegiatan.

 

f. Pelatihan Ketrampilan Dasar
Upaya penganggulangan kerusakan lingkungan:
1) pelatihan mengenai perencanaan upaya penanggulangan kerusakan bagi otivator atau kelompok inti;
2) ketrampilan tentang dasar manajemen organisasi;
3) peranserta masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan;
4) pelatihan dasar tentang pengamatan sumberdaya;
5) pelatihan pemantauan kondisi social ekonomi dan ekologi;
6) orientasi mengenai pengawasan dan pelaksanaan ketentuan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dan pelestraian sumber daya.

g. Pengembangan Fasilitas Sosial
2 kegiatan pokok dalam pengembangan sosial:
1) melakukan perkiraan atau analisis tentang kebutuhan prasarana yang dibutuhkan dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, penyusunan rencana penanggulangan dan pelaksanaan penanggulangan berbasis masyarakat;
2) meningkatkan kemampuan lembaga masyarakat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan langkah penyelamatan dan penanggulangan kerusakan lingkungan dan pembangunan prasarana.
h. Pemdanaan
Hal terpenting dalam proses implementasi upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, maka peran pemerintah selaku penyedia pelayanan dan penanggung jawab kelestarian lingkungan dapat memberikan alternative pembiayaan sebagai dana awal perancanaan dan implementasi upaya penanggulangan.

MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA YANG DIKEHENDAKI TUHAN

Ketika Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta serta para pendiri bangsa lainnya memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, cita-cita yang mereka tanamkan adalah Indonesia menjadi negara yang adil, makmur, damai, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya. Cita-cita tersebut dituangkan dalam dasar negara Pancasila, khususnya pada sila kelima, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Apakah setelah puluhan tahun merdeka, apakah cita-cita pendiri bangsa ini sudah diwujudkan? Kepemimpinan nasional sudah silih berganti, berbagai kebijakan sistem politik dan ekonomi telah dilakukan, namun cita-cita adil, makmur, damai dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia belum kunjung tiba. Secara ekonomi, masih terdapat kesenjangan atau jurang antara yang kaya dan miskin. Secara politik masih terdapat diskriminasi antara mayoritas dan minoritas. Bahkan dalam praktiknya, bertumbuh subur perilaku korupsi politik dan politik korupsi untuk kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Dalam 10 tahun belakangan, sebagian besar kepala daerah, yaitu, bupati, walikota, gubernur harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi karena terlibat dalam kejahatan korupsi. Secara hukum, kita menyaksikan ketidakadilan terjadi di banyak lembaga hukum dan peradilan negara. Hukum hanya tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Artinya bahwa hukum hanya berlaku bagi rakyat jelata, namun tidak berlaku bagi kaum penguasa atau pengusaha yang dapat membeli hukum di lembaga-lembaga hukum dan peradilan negara.

Sebagai umat kristiani kita hendaknya berusaha dan berjuang untuk membangun bangsa dan negara dengan berpijak pada moralitas kristiani, mengutamakan kepentingan umum (bonum commune), yaitu kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga. Kita meneladani Yesus sebagai tokoh sentarl iman kita yang mewartakan kabar baik tentang Kerajaan Allah (bdk. Luk 4: 18-19). Selama hidup-Nya, Yesus telah berusaha untuk mewujudkan misi-Nya itu.



Mendalami Situasi Masyarakat Kita

TEMPO.CO, Tangerang - Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Tangerang Komisaris Shinto Silitongan mengatakan penggerebekan pabrik panci alumunium di Desa Lebak Wangi, Kecamatana Sepatan, Kabupaten Tangerang, dilakukan setelah dua buruh berhasil kabur dan melapor ke Polres Lampung Utara dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dua buruh asal Lampung itu sudah bekerja selama empat bulan di pabrik itu. “Mereka kabur karena merasa mengalami siksaan, perlakukan kasar, penyekapan dan hak mereka sebagai pekerja tidak didapatkan,” kata Shinto, Sabtu 4 Mei 2013.

Kedua buruh laki-laki tersebut, kata Shinto, bercerita kepada keluarganya. Dengan difasilitasi lurah setempat, mereka membuat laporan resmi di Polres Lampung Utara pada 28 April 2013. Bos pabrik panci tersebut, YK alias Yuki Irawan, 41 tahun, dilaporkan telah merampas kemerdekaan orang dan penganiayaan yang melangar Pasal 333 dan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain melaporkan ke polisi, keluarga korban juga melaporkan ke Komnas HAM. Hasil koordinasi Polda Metro Jaya, Polda Lampung, dan Polres Kota Tangerang akhirnya pabrik tersebut digerebak pada Jumat 3 Mei

2013 sekitar pukul 14.00. Di lokasi pabrik polisi menemukan 25 orang buruh dan 5 mandor yang sedang bekerja. Yuki dan istrinya digiring ke Polres Kota Tangerang untuk dimintai keterangan. Polisi juga menemukan 6 buruh di antara mereka yang disekap kondisinya memprihatinkan. Pakaian yang dikenakan kumal dan compang camping karena berbulan bulan tidak ganti. ”Kondisi tubuh buruh juga tidak terawat, rambut cokelat, kelopak mata gelap, dan berpenyakit kulit,” kata Shinto. Mereka rata-rata tiga bulan tidak mandi dan tidak ganti baju, karena uang, telepon genggam dan pakaian dari kampung yang dibawa disita pemilik pabrik.

Joniansyahhttp://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477935/25-Buruh-Panci-Disekap-3-Bulan-Tidak-Mandi









Peneguhan

Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa dan berahklak mulia, cita tanah air,berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Apakah cita- cita bangsa Indonesia yang digagaskan oleh pendiri bangsa, Soekarno-Hatta dan para pendiri lainnya, sudah sungguh terwujud pada saat ini? Ataukah sebaliknya, cita-cita luhur itu, justru masih jauh dari apa yang diharapkan? Pada penjelasan ini, kita akan membatasi diri pada menyadari situasi politik dan ekonomi di tanah air.

a. Situasi Politik

Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu didasarkan pada alasan pelaksanaan Demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah upaya memepertahankan kekuasaan regim dan kroni-kroninya saat itu. Artinya, demokrasi yang dijalankan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa atau pura- pura. Bukan lagi demokrasi dalam pengertian dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang dianggap kritis. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia). Karena itulah banyak orang kritis ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara.

Sekarang, kita sudah memasuki zaman reformasi. Namun, yang diharapkan pada awal Orde Reformasi ternyata tidak terpenuhi, meskipun harus diakui bahwa ada beberapa perubahan. Ada kebebasan mengungkapkan pendapat dan kebebasan berserikat. Akan tetapi, banyak masalah justru menjadi semakin parah. Salah satu yang sangat mencolok adalah hilangnya cita rasa dan perilaku politik yang benar dan baik.

Politik merupakan tugas luhur untuk mengupayakan atau mewujudkan kesejahteraan bersama. Tugas dan tanggung jawab itu dijalankan dengan berpegang pada prinsip-prinsip, sikap hormat, serta setia pada etika dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi, dalam banyak bidang prinsip-prinsip etika itu tampaknya makin diabaikan, bahkan ditinggalkan oleh banyak orang, termasuk oleh para politisi, pelaku bisnis, dan pihak-pihak yang mempunyai sumber daya yang berpengaruh di negeri ini.

Dewasa ini, politik hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dari apa yang sedang berlangsung sekarang, tampak bahwa politik menjadi ajang pertarungan kekuatan dan perjuangan untuk memenangkan kepentingan ekonomi atau kepentingan finansial pribadi dan kelompok. Terkesan tidak ada upaya serius untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Bukan kepentingan bangsa yang diutamakan, melainkan kepentingan kelompok, dengan mengabaikan cita-cita dan kehendak kelompok lain. Yang lebih memprihatinkan lagi ialah agama sering digunakan untuk kepentingan kelompok politik. Simbol-simbol agama dijadikan lambang politik kelompok tertentu, dengan demikian membangun sekat-sekat antara penganut agama, yang kadang kala melahirkan berbagai bentuk kekerasan yang berbau SARA.

Politik kekuasaan yang mementingkan kelompok sendiri semacam itu dengan sendirinya akan mengorbankan tujuan utama, yakni kesejahteraan bersama yang mengandaikan kebenaran dan keadilan. Penegakan hukum juga diabaikan. Akibatnya, fenomena KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) tidak ditangani secara serius, bahkan makin merajalela di berbagai wilayah, lebih-lebih sejak pelaksanaan program otonomi daerah. Otonomi daerah yang sebenarnya dimaksudkan sebagai desentralisasi kekuasaan, kekayaan, fasilitas, dan pelayanan ternyata menjadi desentralisasi KKN.

b. Situasi Ekonomi

Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan di segala aspek kehidupan yang lebih baik. Namun, pada praktiknya tuntutan reformasi telah disalahgunakan oleh para petualang politik hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pada era reformasi, konflik yang terjadi di masyarakat makin mudah terjadi dan sering kali bersifat etnis di berbagai daerah. Kondisi sosial masyarakat yang kacau akibat lemahnya hukum dan perekonomian yang tidak segera kunjung membaik menyebabkan sering terjadi gesekan-gesekan dalam masyarakat. Secara ekonomis, negeri kita praktis dikuasai oleh segelintir orang yang kaya raya, yang memiliki perusahaan-perusahaan multinasional dengan modal dan kekayaan yang sangat besar.

Selanjutnya, tatanan ekonomi yang berjalan di Indonesia mendorong kolusi kepentingan antara para pemilik modal dan pejabat, untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu bersama dengan para politisi yang mempunyai kepentingan, untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dengan cara yang mudah. Akibatnya, antara lain terjadi penggusuran tempat-tempat tinggal rakyat untuk berbagai mega proyek dan eksploitasi alam demi kepentingan para pengusaha kaya.

Uang telah merusak segala-galanya. Peraturan perundang-undangan dan aparat penegak hukum dengan mudah ditaklukkan oleh mereka yang mempunyai sumber daya keuangan. Akibatnya, upaya untuk menegakkan tatanan hukum yang adil dan pemerintah yang bersih tak terwujud. Ketidakadilan semakin dirasakan kelompok-kelompok yang secara struktural sudah dalam posisi lemah, seperti perempuan, anak-anak, orang tua, orang cacat, dan kaum miskin. Persaingan antarkelompok dan antarpribadi menjadi semakin tajam. Suasana persaingan itu menumbuhkan perasaan tidak adil, terutama ketika berhadapan dengan pengelompokan kelas ekonomi antara yang kaya dan miskin. Perasaan diperlakukan tidak adil itu menyuburkan sikap tertutup dan perasaan tidak aman bagi setiap orang. Orang lain atau kelompok lain akan dianggap sebagai ancaman yang akan mencelakakan diri atau kelompoknya. Perasaan terancam ini diperparah dengan sistem ekonomi yang menciptakan kerentanan dalam lapangan kerja.

Kinerja ekonomi selalu menuntut pembaruan. Pembaruan terus-menerus menuntut orang untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan baru yang tidak selalu mengungkapkan nilai-nilai keadilan. Mereka yang tidak memenuhi tuntutan struktur ekonomi baru akan terlempar dari pekerjaan karena tidak mampu memenuhi standar baru tersebut. Angka pengangguran semakin tinggi karena rendahnya investasi di sektor ekonomi riil yang mengakibatkan tidak terciptanya lapangan kerja. Pengangguran tidak hanya mengakibatkan tak terpenuhinya kebutuhan ekonomi, melainkan juga memukul harga, yang mengakibatkan tak terpenuhinya kebutuhan ekonomi.

c. Akar Masalah

1) Iman hanya sebatas pengetahuan, belum sebagai tindakan hidup.

Dengan perkataan lain, orang-orang hanya beragama namun belum beriman. Iman belum menjadi sumber inspirasi kehidupan nyata. Penghayatan iman masih lebih berkisar pada hal-hal lahiriah, seperti simbol-simbol dan upacara keagamaan. Dengan demikian, kehidupan politik di Indonesia kurang tersentuh oleh iman itu. Salah satu akibatnya ialah lemahnya pelaksanaan etika politik, yang hanya diucapkan di bibir, tetapi tidak dilaksanakan secara konkret. Politik tidak lagi dilihat sebagai upaya mencari makna dan nilai atau sebagai suatu cara bagi pencapaian kesejahteraan bersama, melainkan lebih sebagai kesempatan untuk menguntungkan diri sendiri serta kelompoknya.

2) Ambisius akan kekuasaan dan harta kekayaan yang menjadi bagian dari pendorong politik kepentingan yang sangat membatasi ruang publik, yakni ruang kebebasan politik dan ruang peran serta warga negara sebagai subjek. Ruang publik disamakan dengan pasar. Kekuatan uang dan hasil ekonomi dianggap paling penting. Manusia hanya diperalat, sehingga cenderung diterapkan diskriminasi, dan kemajemukan pun diabaikan. Dengan kata lain, manusia hanya dihargai dari manfaat ekonominya. Maka, dengan mudah mereka yang lemah, yang miskin, dan yang kumuh dianggap tidak berguna dan tidak mendapat tempat. Tekanan pada nilai kegunaan ini tidak hanya bertentangan dengan martabat manusia, melainkan juga mengikis solidaritas. Perbedaan entah berbeda agama, suku, atau perbedaan lainnya dianggap menjadi halangan bagi tujuan kelompok. Penyelenggaraan negara dimiskinkan, yakni hanya menjadi kepentingan kelompok-kelompok. Politik dagang sapi menjadi bagian kepentingan kelompok itu, dengan akibat melemahnya kehendak politik dalam hal penegakan hukum.

3) Nafsu untuk mengejar kepentingan pribadi, kelompok atau golongan menyebabkan kebenaran diabaikan. Meluasnya praktek korupsi tidak lepas dari upaya memenangkan kepentingan diri dan kelompok. Ini mendorong terjadinya pemusatan kekuasaan dan lemahnya daya tawar politik berhadapan dengan kepentingan pihak yang menguasai sumber daya keuangan, terutama sektor bisnis. Akibatnya, bukan proses politik bagi kebaikan bersama yang mengelola cita-cita hidup bersama yang berkembang, melainkan kekuatan finansial yang mendikte proses politik. Lembaga pengawas yang diharapkan menjadi penengah dalam perbedaan kepentingan ini justru merupakan bagian dari sistem yang juga korup. Akibatnya, politik pun tidak lagi mandiri. Politik berada di bawah tekanan kepentingan mereka yang menguasai dan mengendalikan operasi-operasi pasar. Etika politik seperti tidak berdaya, dicekik oleh nilai-nilai pasar, kompetisi, dan janji keuntungan ekonomi.

4) Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Kita dapat menyaksikan secara terang benderang di Indonesia saat pemilihan anggota legislatif (DPR-DPD) dan pemilihan kepala daerah mulai dari kepala desa, bupati/walikota, gubernur sampai presiden, terjadi intimidasi, kekerasaan, politik uang, pengerahan massa, terror baik langsung maupun melalui media sosial, dan cara-cara tidak bermoral lainnya dihalalkan untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Celakanya, para pelaku kejahatan politik ini tidak mendapat sanksi hukum. Lemahnya penegakan hukum mengaburkan pemahaman nilai ’baik’ dan ’buruk’ (moralitas) sehingga menumpulkan kesadaran moral dan perasaan bersalah (hati nurani).



Mendalami Ajaran Kitab Suci

Luk 4:18-19

18 Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku, 19 untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”



Peneguhan

1) Sekilas gambaran latar belakang situasi sosial politik-ekonomi sebelum dan sesudah Yesus. Setelah masa pembuangan bangsa Israel di Babilonia, enam abad sebelum Yesus, Palestina tunduk kepada kerajaan Persia, Yunani, dan kekaisaran Romawi. Belakangan secara internal, masyarakat Pelestina dikuasai oleh raja-raja dan pejabat boneka yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Selain pejabat-pejabat boneka itu, masih ada kelas pemilik tanah yang kaya raya dan kaum rohaniwan kelas tinggi yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan mereka. Golongan ini sering memihak penjajah, supaya mereka tidak kehilangan hak istimewa atau nama baik di mata penjajah, karena Roma mempunyai kekuasaan mencabut hak milik seseorang. Siapa yang tidak takut? Jadi lebih baik bermanis-manis terhadap Roma, walaupun rakyat kecil harus menderita.

Kolonial Romawi secara tidak langsung mengendalikan kaum aristokrat setempat dan para tuan tanah. Hal ini dapat dengan mudah dilakukan, karena Roma mempunyai kekuasaan mencabut hak milik seseorang seperti yang sudah disinggung di atas. Oleh karena itu, para aristokrat (baik sipil maupun rohaniwan) berkepentingan bekerja sama dengan penguasa Romawi. Selain itu, ada pejabat-pejabat yang menjadi perantara yang ditunjuk langsung oleh penguasa Romawi dan pada umumnya diambil dari kalangan sesepuh Sanhendrin (Majelis Agung) serta majelis rendah yang diambil dari kelas bawah. Mereka bertanggungjawab mengumpulkan pajak. Dominasi militer terlihat dengan kehadiran tentara Romawi di mana-mana. Mereka diambil dari Siria atau Palestina, tetapi tidak dari kalangan Yahudi.

Kadang-kadang situasi yang menekan tidak tertahankan, sehingga timbul pemberontakan yang umumnya digerakan oleh kaum Zelot yang bermarkas di Galilea; namun selalu dapat dipadamkan. Biasanya terjadi banjir darah dalam penumpasan itu. Itu sebabnya pengharapan akan datangnya tokoh dan masa mesianis yang nasionalis bertumbuh subur di kalangan pejuang Zelot.

2) Sikap dan Tindakan Yesus

Yesus Kristus hidup di zaman yang penuh pergolakan politik dibawah bangsa penjajah Romawi serta raja bonekanya di Palestina. Ketika Yesus mulai tampil di hadapan publik untuk mewartakan kabar baik tentang Kerajaan Allah, Ia menyatakan perutusan-Nya:

”Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia mengurapi Aku,untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4: 18-19).

Kehidupan rakyat jelata semasa Yesus sungguh memprihatinkan. Mereka ditindas dan dihimpit oleh para penguasa dan pemimpin- pemimpin agama. Bangsa Yahudi waktu itu dikuasai oleh Kekaisaran Roma. Roma menempatkan seorang gubernur dengan tentaranya yang cukup kuat di Palestina. Waktu Yesus mulai aktif berkhotbah, Pontius Pilatus menjadi gubernur Roma di Palestina, sedangkan rajanya ialah Herodes. Roma tidak campur tangan dalam kehidupan sosial dan keagamaan bangsa Yahudi, asalkan mereka tidak memberontak dan rajin membayar pajak.

Pajak memang membebani rakyat miskin. Betapa tidak! Selain pajak kepada pemerintah penjajah, masih ada lagi pajak kepada pemerintahan daerah dan pajak agama. Pajak agama ialah pajak bagi bait Allah yang berupa sepersepuluh dari hasil bumi. Selain dihimpit oleh para penguasa, rakyat kecil masa itu dihimpit pula oleh para rohaniwan, yaitu kaum Farisi. Kaum Farisi itu berjuang untuk menjaga kemurnian agama. Mereka mewajibkan diri untuk melaksanakan bermacam-macam tindakan religius dan ritual, seperti puasa, matiraga, dan sebagainya.

Orang-orang Farisi tidak hanya berada di Yerusalem, tetapi juga di desa-desa di seluruh tanah Yahudi. Karena kegiatan mereka, pengaruh mereka sangat besar dalam masyarakat. Di antara mereka terdapat para rabbi yang mengajar seluruh rakyat. Akan tetapi, di balik semuanya itu mereka sebenarnya suka memanipulasi hukum-hukum Taurat dan menciptakan 1001 macam peraturan yang sangat menekan rakyat kecil, tetapi menguntungkan diri mereka sendiri (bandingkan kelakuan itu dengan apa yang terjadi di negara kita).

Terhadap penindasan dan ketidakadilan seperti itu, Yesus bangkit untuk membela rakyat kecil yang menderita. Ia mengecam keras para penguasa tanpa takut. Yesus tak pernah bungkam terhadap praktik-praktik yang tidak adil. Ia tidak berdiam diri atau bersikap kompromistis supaya terelak dari kesulitan. Ia sudah bisa membayangkan risikonya. Akan tetapi, Ia konsekuen. Tak segan Ia mengkritik mereka yang ”berpakaian halus di istana” (Mat 11: 8). Ia mengecam raja-raja yang tak mengenal dan mencintai Allah, tetapi menindas rakyat. Ia mengecam penguasa- penguasa yang menyebut diri ”pelindung rakyat” (Luk 22: 25). Ia tak takut menyebut raja Herodes sebagai serigala (Luk 13: 32).

Kepada kaum Farisi, Yesus berkata ”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat” (Mat 23: 14).

”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis, dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23: 23).

Yesus sangat berani berhadapan dengan para penguasa, entah penguasa pemerintahan, maupun pengauasa kegamaan. Kaum Farisi adalah golongan yang sangat berpengaruh pada saat itu, seperti para rohaniwan pada masa kita sekarang ini. Yesus tahu risikonya. Ia berani membela rakyat kecil. Ia menyerang setiap penindasan dan ketidakadilan. Namun, jangan salah mengerti! Jangan lantas berpikir bahwa Yesus itu seorang tokoh revolusioner yang mau mengubah keadaan sosial dan politik masa itu.

Yesus mewartakan Kabar Gembira dan Kabar Gembira bukanlah suatu program sosial politis. Orang boleh mengikuti warta-Nya dengan komitmen sosial politik apa pun. Kritik-Nya yang tajam terhadap penguasa tidak bernada politis dan perjuangan kelas. Ia hanya mau menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti keadilan, cinta kasih, dan perdamaian. Para penguasa dan pemimpin-pemimpin agama harus menegakkan nilai-nilai itu. Mereka harus melayani rakyat kecil, bukan menindas.

Mungkin saja orang melihat Yesus sebagai seorang tokoh revolusioner dan pembebas, tetapi tokoh yang membebaskan manusia dari egoisme, kesombongan, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan sebagainya. Yesus memang Pembebas; membebaskan manusia tanpa kekerasan. Suatu pembebasan yang muncul dari batin manusia, lalu mewujud dalam masyarakat dalam bentuk apa pun. Pembebasan juga berupa pertobatan, yaitu suatu peralihan sikap dari segala praktik egoistis kepada sikap mengabdi kepada Allah dan sesama.



Menyimak dokumen Ajaran Gereja

“Antara pewartaan Injil dan kemajuan manusiawi-perkembangan dan pembebasan-memang terdapat ikatan yang mendalam. Termasuk di situ ikatan pada tingkat antropologi, sebab manusia yang harus menerima pewartaan bukan sesuatu yang abstrak, melainkan terkena oleh masalah- persoalan sosial dan ekonomi. Termasuk pula ikatan pada tingkat teologis, sebab Rencana Penciptaan tidak terceraikan dari Rencana Penebusan. Rencana kedua itu menyangkut pelbagai situasi sangat konkret; ketidak- adilan yang harus diperangi; dan keadilan yang harus dipulihkan; termasuk ikatan pada Injili, yakni ikatan cintakasih. Menurut kenyataan, orang tidak dapat mewartakan perintah baru, tanpa mendukung keadilan dan perdamaian. Mustahil seseorang dapat menerima pewartaan Injil jika dia tidak mau tahu tentang persoalan-persoalan yang sekarang ini begitu banyak diperdebatkan, seperti keadilan, pembebasan, perdamaian di dunia. Andaikata itu terjadi, dapat dikatakan bahwa orang itu melupakan pelajaran yang di terima dari Injil tentang cintakasih terhadap sesama yang sedang menderita dan serba kekurangan”. (Evangelii Nuntiandi artikel 31).



Peneguhan

1) Gereja harus hadir untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah dunia yang penuh dengan persoalan. Gereja harus berpihak pada orang-orang kecil dan yang tertindas, baik secara ekonomi, politik, dan sebagainya.

2) Gereja melanjutkan karya keselamatan Kristus di dunia. Gereja sebagai sakramen Kristus, yaitu sebagai tanda dan sarana keselamatan bagi umat manusia.



Usaha-Usaha yang Harus Dilakukan untuk Membangun Masyarakat yang Adil dan Sejahtera

Peneguhan

Tuhan senantiasa menghendaki supaya bangsa manusia hidup sejahtera di bumi dan kemudian bahagia di surga. Tuhan pasti menghendaki pula bangsa Indonesia hidup sejahtera dan bahagia.

Ketika para Bapak Bangsa memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, cita-cita mereka adalah Indonesia yang adil dan damai sejahtera, seperti yang mereka tandaskan dalam dasar negara Pancasila, khususnya dalam sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejahtera merupakan suatu kondisi hidup yang memungkinkan seseorang dapat lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaannya. Baginya tersedia segala sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup secara manusiawi, misalnya nafkah, pakaian, perumahan, hak untuk dengan bebas memilih status, membentuk keluarga, mendapat pendidikan, pekerjaan, perlindungan hukum, dan sebagainya.

Untuk membangun hidup sejahtera dibutuhkan suasana damai. Damai bukan berarti sekadar tidak ada perang dan penindasan, tetapi situasi yang selamat dan sejahtera dalam diri manusia sebagai buah keadilan yang tercipta dalam suatu masyarakat. Perdamaian adalah keadilan, hasil tata masyarakat yang adil.

Keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan adalah syarat mutlak bagi perkembangan pribadi, martabat suatu masyarakat, dan suatu bangsa. Kita menyadari saat ini bangsa kita belum sejahtera, damai, dan adil. Kita masih mengalami krisis dalam berbagai bidang kehidupan, baik politik, hukum, ekonomi, maupun budaya. Sumber dari semua krisis ini ialah krisis etika dan ekonomi dengan orientasi pada kepentingan diri sendiri dan kelompok. Sebagai umat Kristiani, kita hendaknya berusaha dan berjuang untuk membangun etika dan moralitas yang mengutamakan kepentingan umum (bonum commune), yaitu kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga.

1) Beberapa Prinsip dalam Membangun Masyarakat yang Adil dan Sejahtera

Di sini hanya akan dibahas prinsip-prinsip etika politik dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera, sebab di sanalah akar dari semua ketidakadilan yang menyengsarakan rakyat banyak. Dengan mempertimbangkan kenyataan sosial politik di Indonesia, prinsip-prinsip berikut ini mendesak untuk disadari dan dilaksanakan.

a) Hormat terhadap martabat manusia; Prinsip ini menegaskan bahwa manusia mempunyai nilai dalam dirinya sendiri dan tidak pernah boleh diperalat. Bukankah manusia itu diciptakan menurut citra Allah, diperbarui oleh Yesus Kristus yang dengan karya penebusan-Nya mengangkat manusia menjadi anak Allah? Istilah SDM (Sumber Daya Manusia) yang sering digunakan tak boleh mengabaikan kebenaran bahwa nilai manusia tak hanya terletak dalam kegunaannya. Martabat manusia Indonesia harus dihargai sepenuhnya dan tak boleh diperalat untuk tujuan apa pun, termasuk tujuan politik.

b) Kebebasan; Kebebasan adalah hak setiap orang dan kelompok: bebas dari segala bentuk ketidakadilan dan bebas untuk mengembangkan diri secara penuh. Setiap warga sangat membutuhkan kebebasan dari ancaman dan tekanan, kebebasan dari kemiskinan yang membelenggunya, dan juga kebebasan untuk berkembang menjadi manusia seutuhnya. Kekuasaan negara perlu diingatkan akan salah satu tanggung jawab utamanya untuk melindungi warga negara dari ancaman kekerasan, baik yang berasal dari sesama warga maupun dan terutama dari kekuasaan negara.

c) Keadilan; Keadilan merupakan keutamaan yang membuat manusia sanggup memberikan kepada setiap orang atau pihak lain apa yang merupakan haknya. Dewasa ini, perjuangan untuk memperkecil kesenjangan sosial ekonomi semakin mendesak untuk dilaksanakan, demikian juga perjuangan untuk melaksanakan fungsi sosial sebagai modal bagi kesejahteraan bersama. Mendesak juga penggunaan modal dan kekayaan bagi pengembangan sektor ekonomi riil, sambil menemukan cara-cara agar ’judi ekonomi’ dalam bentuk spekulasi keuangan dikontrol untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan wirausaha-wirausaha kecil dan menengah serta menciptakan lembaga dan hukum-hukum yang adil. Yang tidak kalah mendesak adalah menciptakan penegakan hukum di negeri ini.

d) Solidaritas; Dalam tradisi solidaritas, sikap solider terungkap dalam semangat gotong royong dan kekeluargaan, yang menurut pepatah lama berbunyi: ’berat sama dipikul, ringan sama dijinjing’. Prinsip itu semakin mendesak untuk diwujudkan dalam konteks dunia modern. Dalam masyarakat di mana banyak orang mengalami perlakuan dan keadaan tidak adil, solider berarti berdiri di pihak korban ketidakadilan, termasuk ketidakadilan struktural. Selain itu, perlu dikembangkan juga solidaritas antardaerah dan usaha untuk mencegah kesempatan egoisme kelompok.

e) Subsidiaritas; Menjalankan prinsip subsidiaritas berarti menghargai kemampuan setiap manusia, baik pribadi maupun kelompok, untuk mengutamakan usahanya sendiri, sementara pihak yang lebih kuat siap membantu seperlunya. Bila kelompok yang lebih kecil dengan kemampuan dan saran yang dimiliki bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi, kelompok yang lebih besar atau pemerintah/negara tidak perlu campur tangan. Dalam keadaan kita sekarang, hubungan subsidier berarti menciptakan relasi baru antara kemitraan dan kesetaraan antara pemerintah, organisasi- organisasi sosial, dan warga negara, serta kerja sama yang serasi antara pemerintah dan swasta. Kecenderungan etatisme yang sangat mencolok dalam Rencana Undang-Undang yang disebarluaskan di masyarakat dan Undang-Undang yang disahkan oleh DPR akhir- akhir ini, berlawanan dengan prinsip-prinsip subsidiaritas ini.

f) Sikap jujur dan tulus ikhlas; Dengan prinsip ini kebenaran dihargai dan dipegang teguh. Dewasa ini, sikap ikhlas (fair) berarti menciptakan aturan yang adil dan menaatinya, menghormati pribadi dan nama baik lawan politik, membedakan antara wilayah publik dan wilayah privat, serta menyadari dan melaksanakan kewajiban untuk memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

g) Demokrasi; Demokrasi sebagai sistem tidak hanya menyangkut hidup kenegaraan, melainkan juga hidup ekonomi, sosial, dan kultural. Dalam arti ini, demokrasi dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian kehidupan bersama yang paling mencerminkan kehendak umum, dengan tekanan pada peran serta, perwakilan, dan tanggung jawab. Demokrasi tidak dengan sendirinya menghasilkan apa yang diharapkan. Di Indonesia, salah satu badan yang paling terlibat dalam pelaksanaan demokrasi ialah DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Ternyata, lembaga-lembaga ini kurang berfungsi dalam mewakili kepentingan masyarakat luas, bahkan dalam banyak hal justru menghambat tercapainya tujuan demokrasi. Dalam masyarakat kita tampak adanya kecenderungan untuk meminggirkan kelompok-kelompok minoritas, dengan alasan- alasan yang kurang terpuji. Keputusan yang menyangkut semua warga negara diambil sekadar atas dasar suara mayoritas, dengan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan yang mendasar, matang, dan berjangka panjang.

h) Tanggung jawab; Bertanggung jawab berarti mempunyai komitmen penuh pengabdian dalam pelaksanaan tugas. Tanggung jawab atas disertai dengan tanggung jawab kepada. Bagi politisi, bertanggung jawab berarti bekerja sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan negara dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada rakyat. Tanggung jawab hanya bisa dituntut bila kebijakan umum pemerintah terumus jelas dalam hal prioritas, program, metode, dan pendasaran filosofi. Atas dasar kebijakan umum ini, wakil rakyat dan kelompok-kelompok masyarakat bisa membuat evaluasi pelaksanaan kinerja pemerintah dan menuntut pertanggungjawabannya. Bagi warga negara, tanggung jawab berarti ikut berperan serta dalam mewujudkan tujuan negara sesuai dengan kedudukan masing-masing.


2) Cara, Pola, dan Pendekatan Perjuangan Kita Harus Merupakan Gerakan yang Melibatkan Sebanyak Mungkin Orang, Mulai dari Akar Rumput

Perlu disadari bahwa ketidakadilan yang menyengsarakan rakyat banyak sudah bersifat struktural dan membudaya, terlalu sulit untuk mengatasinya. Ia tidak dapat ditangani dengan slogan-slogan atau indoktrinasi, tetapi dengan suatu gerakan yang melibatkan sebanyak mungkin orang, mulai dari akar rumput. Gerakan ini merupakan gerakan penyadaran yang akan memakan waktu. Masyarakat perlu disadarkan bahwa ada ketidakadilan di negeri ini yang membuat rakyat banyak sengsara. Sebelum ada penyadaran akan situasi yang memprihatinkan ini, sia-sialah suatu gerakan dimulai.

Menyangkut gerakan itu kiranya perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.

a) Gerakan pembaruan pikiran dan roh; Perubahan pikiran dan roh yang paling cemerlang diberikan Tuhan kita Yesus Kristus. Kedatangan-Nya membawa pemikiran dan roh yang baru. Lihatlah pemikiran dan sikap- Nya terhadap orang miskin, yang disapanya berbahagia. Singkatnya, bacalah permakluman Kabar Baik kepada orang miskin … pembebasan kepada para tawanan …” (Luk 4: 18-19).

b) Yesus datang membawa visi dan roh yang segar membebaskan. Ia melawan kemapanan yang membelenggu. Gerakan ini harus membawa pemikiran (visi) dan roh yang baru seperti itu. Ia harus membawa angin segar yang melegakan. Konsili Vatikan II dan sinode-sinode para uskup sebenarnya sudah melahirkan banyak visi dan semangat baru menyangkut Gereja dan misinya di dunia ini, khususnya misi terhadap kaum kecil. Namun, visi-visi dan semangat itu seolah-olah menjadi mandul dan merana. Harus disadari bahwa gerakan ini didorong oleh keyakinan iman, bukan sekadar gerakan sosial yang bisa membuat orang akan gampang patah semangat. Gerakan ini adalah panggilan iman dari semua orang yang sungguh beriman.

c) Gerakan sosial dan moral ke arah pertobatan dan hidup baru; Gerakan ini hendaknya menjadi gerakan untuk menegakkan etika politik dan etika ekonomi. Prinsip-prinsip etika politik dan ekonomi seperti menghormati martabat manusia, keadilan, kejujuran, solidaritas, demokrasi, dan sebagainya supaya sungguh-sungguh dihayati. Praktik- praktik ketidakadilan, ketidakjujuran, dan kesewenang-wenangan hendaknya ditinggalkan. Singkatnya, orang hendaknya bertobat dan memulai hidup baru. Tanpa pertobatan yang sungguh-sungguh, tidak akan terjadi pembaharuan yang radikal, murni, dan ikhlas.

d) Dengan menekankan bahwa gerakan sosial dan moral ini sungguh merupakan suatu gerakan, ada hal-hal yang harus kita elakkan dan ada hal-hal yang perlu kita tunjang dalam kegiatan kita. Hal-hal yang perlu kita tunjang antara lain:

  • 1) Gerakan ini sungguh murni gerakan sosial dan moral. Hal-hal yang mengarah kepada institusionalisasi sebaiknya dihindari sedapat mungkin. Institusi cenderung untuk menjadi mapan dan terkotak- kotak. Gerakan sosial dan moral hendaknya senantiasa dinamis, gampang menyesuaikan diri, terbuka merangkul siapa saja seperti gerakan Kerajaan Allah yang dipelopori oleh Yesus Kristus sendiri. Gerakan sosial dan moral ini bukan gerakan khusus orang Katolik.

  • 2) Gerakan pembaruan jangan sekadar menjadi gerakan rohani, walaupun juga sangat dibutuhkan. Gerakan sosial dan moral ini harus bermuara kepada aksi untuk pembaruan dan pembangunan masyarakat sejahtera dan adil.

Hal-hal yang perlu lebih digalakkan antara lain sebagai berikut:

a) Memperluas gerakan ini menjadi gerakan dari siapa saja, tidak terbatas pada agama, strata sosial, dan aliran politik tertentu. Ia milik segala orang yang berkehendak baik.

b) Gerakan ini boleh saja diinspirasi dan diprakarsai dari atas, tetapi hendaknya mulai bertumbuh dan menguat dalam basis-basis umat. Ia hendaknya mulai bertumbuh dari akar rumput, semakin lama semakin menyebar dan meluas.

c) Mulailah dengan diri dan kelompok sendiri.



Pertanyaan:

  • 1) Tindakan apakah yang dapat dilakukan Gereja bercermin dari teladan Yesus dalam rangka membangun bangsa dan negara yang dikehendaki Tuhan?
  • 2) Sebutkanlah delapan Prinsip dalam Membangun Masyarakat yang Adil dan Sejahtera!









MENGENAI SAYA

Diberdayakan oleh Blogger.