Pawitikra CATHOLIC Students: 03/01/21

WELCOME & GOD BLESS YOU ALWAYS

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Senin, 01 Maret 2021

Sebagai Pegangan Katolik 8.2


Panggilan Para Murid Yesus

Mendapat panggilan dari orang lain dapat menjadi pengalaman yang biasa-biasa saja, tetapi juga dapat menjadi pengalaman yang istimewa bagi kita, tergantung dari siapa yang memanggil. Kalau yang memanggil adalah tokoh-tokoh ternama, orang-orang yang memiliki pengaruh, memiliki kewibawaan, dan bukan orang yang biasa, maka pengalaman panggilan itu akan menjadi pengalaman yang istimewa dan luar biasa. Tetapi jika panggilan itu datangnya dari orang biasa maka juga akan menjadi pengalaman yang biasa dan kurang memberi kesan yang mendalam dalam hati.

Demikian pula dalam menanggapi panggilan, dapat memunculkan berbagai ragam sikap; ada yang langsung menanggapi, ada yang bersikap acuh bahkan ada yang secara tegas menolak panggilan tersebut. Kisah para murid Yesus dapat menjadi bahan refleksi bagi kita dalam menanggapi panggilan Yesus.

Injil Matius 4:18-22 menceritakan ketika Yesus sedang berjalan menyusur Danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.

Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.

Injil Lukas 5:27-32, menceritakan panggilan Lewi pemungut cukai. Ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: “Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”

Kalau kita mencermati kisah panggilan murid Yesus dari kedua kutipan Injil tersebut, maka kita akan menemukan beberapa hal yang penting:

Pertama, panggilan selalu diawali dari Yesus, Yesuslah yang mengambil inisiatif yang pertama.

Kedua, ketika Yesus memanggil mereka, serta merta mereka menanggapinya secara spontan, tidak ada sedikit pun keraguan dalam menanggapi panggilan Yesus. Tanpa berpikir panjang mereka segera meninggalkan pekerjaannya bahkan keluarganya untuk segera mengikuti Yesus.

Ketiga, mereka yang dipanggil oleh Yesus bukan orang-orang kaya dan mapan kehidupannya, bukan para pejabat atau penguasa, melainkan para nelayan, orang yang hidupnya sederhana bahkan cenderung kekurangan dan orang-orang yang dianggap berdosa.

Keempat, ketika mereka mendapat panggilan Yesus, mereka rela meninggalkan segala-galanya, pekerjaan bahkan keluarganya. Mereka mengikuti Yesus tanpa bertanya-tanya, tanpa meminta jaminan lebih dahulu. Mereka begitu mempercayai Yesus. Ini merupakan peristiwa yang sangat luar biasa, karena sebelumnya mereka tidak mengenal siapa Yesus.

Ketika memanggil murid-murid-Nya memang Yesus tidak menentukan syarat apapun. Tetapi dalam berbagai pengajaran-Nya, Yesus menyampaikan beberapa persyaratan itu. “Setiap orang yang mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (lih. Mat 16:24-26).

Orang yang mau mengikuti Yesus harus mengambil sikap yang mantap, tidak terlalu banyak pertimbangan, tidak terikat dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang menjadi tugasnya selama ini.

Mereka juga harus berani melepaskan keterikatan dengan keluarga. Keluarga memang penting, tetapi jangan sampai kecintaan pada keluarga menjadi penghalang untuk bersikap terbuka pada sesama yang lain (lih. Luk 9:57-62).


Berbagai Tanggapan terhadap Pewartaan Yesus – Ringkasan

Ketika Yesus mulai tampil di depan umum, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun (Luk 3:32). Sebelumnya Ia hidup tersembunyi di Nazaret dan mencari nafkahnya sebagai tukang kayu (Mark 6:3), sama seperti ayah-Nya (Mat 13:55). 

Yesus meninggalkan ketenangan hidup keluarga di Nazaret dan mulai hidup mengembara. Ia “berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa, memberitakan Injil Kerajaan Allah” (Luk 8:1). 

Awal perubahan hidup ini adalah pembaptisan oleh Yohanes. Pembaptisan adalah bagaikan “pelantikan” Yesus ke dalam tugas perutusan-Nya. Segera sesudah pembaptisan, Yesus akan “memberitakan Injil Allah: Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mrk 1:15). 

Dengan pembaptisan-Nya, Yesus sekaligus menyatakan kesatuan dengan orang berdosa dan penyerahan total dan radikal kepada kehendak Bapa. Dengan pembaptisan, Ia tampil sebagai “pengantara antara Allah dan manusia” (1Tim 2:4).

Sesudah pembaptisan, Yesus tampil sebagai orang yang “diurapi oleh Allah dengan Roh Kudus dan kuat kuasa” (Kis 10:38). Ia tampil sebagai “Yang terurapi”, Ia dilantik sebagai Kristus. “Kuasa Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit” (Luk 5:17). 

Pewartaan Yesus untuk menegakkan Kerajaan Allah mengundang reaksi yang beragam dalam masyarakat Yahudi saat itu. Ada yang menerima dan ada yang menolak. 

Mereka yang Menerima Pewartaan Yesus:

a. Orang Miskin dan Sederhana

Ketika Yesus menyampaikan warta tentang Sabda Bahagia seolah-olah Sabda itu ditujukan kepada mereka yang miskin dan menderita. Mereka tidak punya daya dan kekuatan untuk melawan, keluar dari kondisi yang membelenggu mereka. Dalam kondisi yang seperti ini mereka hanya dapat mengandalkan kekuatan Tuhan. Satu-satunya sandaran mereka ialah Tuhan. Maka ketika Yesus menyampaikan warta Sabda Bahagia, mereka menyambut dengan penuh sukacita warta pembebasan Yesus tersebut. Yesus bagi mereka adalah pembela dan penyelamat. Yesus adalah Mesias yang dinantikan untuk melakukan keadilan dan pembelaan-Nya. Mereka rela meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Yesus.

b. Para Pendosa yang Mau Bertobat

Masyarakat Yahudi pada umumnya, terutama para imam dan orang Farisi menganggap para pendosa adalah najis. Maka ketika Yesus datang dan mau bergaul dengan mereka yang dicap pendosa dan menganggap mereka sebagai pribadi yang layak untuk dicintai dan tidak ikut memusuhi mereka. Sikap Yesus ini tentu saja sangat mengejutkan para pendosa dan mengagetkan para imam dan ahli Taurat. Dalam hal ini Yesus mau menegaskan, soal kesetaraan dihadapan Allah. Bagi Yesus, orang yang baik dan yang jahat dalam arti tertentu sama kedudukannya di hadapan Allah, sama-sama dicintai Allah, sama-sama anak Abraham. Karena kesamaan itulah, mereka pun mempunyai hak atas Kerajaan Allah.

c. Orang-Orang Sakit

Bagi mayarakat Yahudi pada umumnya penyakit adalah kutukan dari Tuhan. Yesus hadir untuk menyelamatkan mereka, menyembuhkan orang kusta, yang buta dapat melihat, yang lumpuh dapat berjalan. Kedatangan Yesus telah membawa harapan baru bagi mereka yang sakit. Dengan cara itu Yesus telah menunjukkan diri-Nya sebagai penyelamat, Sang Pembebas. Yesus mewartakan Allah yang maha pengasih.

d. Kaum Wanita dan Anak-anak.

Tradisi bangsa Yahudi menempatkan kaum wanita dan anak-anak, sebagai warga masyarakat kelas dua, keberadaannya berada di bawah dominasi kaum laki-laki. Dan Yesus membela mereka, Ia memuji persembahan janda miskin (Mark 12:41-44) dan membiarkan anak-anak datang kepada-Nya (Mat 19:13-15), bahkan memberkati mereka. Karena sikap Yesus yang peduli kepada mereka, maka mereka pun mengikuti dan melayani-Nya.

Mereka yang Menolak Yesus

a. Para Imam dan Ahli Taurat

Dalam masyarakat Yahudi, ke dua kelompok ini menduduki tempat di atas. Mereka menganggap diri yang paling tahu dan paling mengerti mengena aturan-aturan suci dan kehendak Allah yang benar. Kekuasaan agama ada di tangan mereka. Dengan keras Yesus mengkritik cara hidup mereka yang tidak mencerminkan kehendak Allah. Maka dengan kehadiran Yesus terbukalah kekeliruan mereka dalam menafsirkan kehendak Allah yang sejati. Banyak orang yang mulai tidak percaya lagi pada para pemuka agama Yahudi, sehingga para pemuka agama Yahudi tersebut merasa kehilangan wibawa dan mulai berkurang pengikutnya. Mereka merasa semakin terancam oleh kehadiran Yesus.

b. Orang-Orang Farisi

Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius orang-orang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi itu. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum. Bagi mereka menjadi rakyat Tuhan berarti ketaatan yang ketat pada setiap detail hukum. Kehadiran Yesus dianggap akan merusak tatanan hidup sosial dan kemasyarakatan yang sudah mapan,mereka mengecam sikap Yesus yang menyembuhkan orang pada hari sabat dan membiarkan merid-murid-Nya memetik gandum pada hari sabat. Bagi mereka perbuatan itu dianggap melanggar hukum Taurat.

c. Para Penguasa

Penolakan terhadap pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah juga terlihat dalam diri para penguasa. Herodes misalnya sudah berusaha membunuh Yesus sejak mendengar kelahiran-Nya. Ponsius Pilatus lebih memilih mempertahankan kedudukannya dibandingkan membela kebenaran tentang Yesus. Bagi mereka, kedudukan, kehormatan dan kekuasaan lebih penting dibandingkan tunduk kepada kehendak Allah.

d. Orang-Orang Kaya dan Mapan

Nilai-nilai Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus rupanya juga sulit diterima oleh mereka. Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus menuntut keberanian untuk meninggalkan segala-galanya termasuk meninggalkan hata benda, kekayaan dan kemapanan hidup. Tidak semua orang berani melakukan itu, seperti nampak pada kisah Orang Muda Yang kaya (lih. Mat 19:16-26). Rupanya bagi mereka, melepaskan diri dari kekayaan sebagai andalan hidup tidaklah mudah.

Kehadiran Yesus bagi yang menolak-Nya merupakan acaman yang dapat menghancurkan kewibawaan, kedudukan dan sumber nafkah hidupnya. Kelompok yang menolak ini dengan berbagai macam cara dan tipu muslihat berusaha keras melenyapkan Yesus.

Terhadap penolakan atas pewartaan-Nya, Yesus tidak bersikap memusuhi. Dengan penuh kasih dan kesabaran Yesus menghadapi reaksi penolakan tersebut, disertai dengan penuh penyerahan diri secara total kepada kehendak Bapa-Nya (lih. Mat 5:43).

Sebaiknya kita pun bersikap seperti Yesus, ketika kita berbuat baik belum tentu semua orang akan menerima niat baik kita. Kepada mereka yang menolak dengan cara yang amat kasar sekalipun, hendaknya kita senantiasa bersikap sabar dan penuh kasih.


Yesus Mewartakan Kerajaan Allah melalui Tindakan dan Mukjizat – Ringkasan

Yesus bukan saja berbicara tentang Kerajaan Allah, tetapi juga memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah dengan tindakan-tindakan-Nya. Ada kesatuan antara Sabda dan karya-Nya. 

Tindakan Yesus menyatakan Kerajaan Allah.

Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus tidak ditujukan pada kelompok atau golongan tertentu, tetapi ditujukan untuk semua orang. Ia merangkul semua orang yang baik maupun yang jahat agar dapat merasakan keselamatan.

Yesus akrab dengan semua orang. Bahkan Ia mau bergaul dengan orang-orang yang dianggap berdosa (lih. Luk 7:36-50, 19:1-10).

Sikap Yesus terhadap Kaum Pendosa:

Bagi orang Yahudi dosa itu menular seperti kuman, tinggal serumah dengan orang jahat, apalagi makan bersama dengan mereka berarti kena dosa itu sendiri, menjadi orang berdosa. Tetapi Yesus, Ia bergaul dengan para pegawai pajak yang dianggap umum sebagai koruptor dan pemeras. Ia bertemu dan menyapa orang-orang setengah kafir seperti bangsa Samaria, mendatangi negeri-negeri orang kafir dan berbicara akrab dengan mereka (Mat 15:21-28).

Sikap Yesus terhadap Wanita:

Anggapan masyarakat Yahudi adalah bahwa wanita itu penggoda. Oleh karenanya orang laki-laki, terlebih seorang guru agama tidak boleh berbicara dengan seorang perempuan yang belum dikenalnya. Tetapi Yesus bergaul juga dengan wanita. Bahkan ada wanita- wanita tertentu yang tetap mengikutiNya kemanapun Dia pergi. Yesus juga menyapa dan bergaul dengan wanita-wanita kafir yang belum dikenal-Nya seperti wanita Samaria. Ia tidak saja bergaul dengan sembarang wanita, tetapi juga berusaha dan membela wanita-wanita sundal yang tertangkap basah (Yoh 8:1-11).

Dari contoh-contoh di atas menjadi jelas bagi kita bahwa Yesus tidak hanya mewartakan Kerajaan Allah, melainkan mewujudkannya melalui tindakan-Nya. Jika Kerajaan Allah adalah situasi di mana semua orang dikasihi Allah, di mana semua orang tidak tersekat-sekat oleh jurang antara kaya dan miskin; maka Yesus menunjukkan hal itu dengan bergaul dengan siapa saja, terutama dengan mereka yang miskin dan berdosa yang selama ini disingkirkan oleh masyarakat.

Yesus mau makan dengan bersama dengan Zakheus dan bergaul dengan lewi pemungut cukai yang dipandang oleh orang-orang Yahudi sebagai orang-orang berdosa. Kalau Allah yang meraja adalah Allah yang memerintah dengan penuh pengampunan. Maka Yesus pun mengampuni orang berdosa. Ia tidak takut menjadi najis. Yesus tahu bahwa hanya dengan dikasihi orang-orang berdosa akan bertobat, sebagai mana nampak dalam cerita wanita yang ketahuan berbuat zinah (lih. Yoh 8:2-11).

Mukjizat dipakai Tuhan Yesus sebagai tanda kehadiran Allah.

Dengan mengerjakan mukjizat, Yesus memperlihatkan kehadiran Kerajaan Allah. Tanda-tanda mukjizat yang dikerjakan Yesus itu memperlihatkan bahwa dalam diri Yesus genaplah nubuat para nabi tentang Mesias yang kedatangan-Nya telah dijanjikan kepada para leluhur Israel.

Para pengarang Injil menceritakan mukjizat-mukjizat Yesus guna memaklumkan bahwa Yesus tidak hanya menyampaikan kabar yang menggembirakan itu, tetapi Ia sendirilah Kabar Gembira, ”Injil”. Yesus sendirilah keselamatan, rahmat, dan penyembuhan bagi manusia yang sedang susah.

Beberapa contoh mukjizat yang dilakukan Yesus sebagai tanda Kehadiran Allah:

a. Yesus Membangkitkan Anak Seorang Janda di Nain (Luk 7:11-17)

Melalui mukjizat membangkitkan anak muda di Nain, Yesus ingin menunjukkan bahwa Allah berkuasa atas kehidupan dan kematian manusia. Dengan mela- kukan itu Ia ingin menunjukkan bahwa Ia adalah Mesias, Penyelamat yang mereka nantikan.

b. Yesus Meredakan Angin Ribut (Mat 8:23-27)

Mukjizat yang dilakukan Yesus meredakan angin ribut, Yesus hendak menunjukkan bahwa Allah berkuasa atas alam semesta. Tidak ada kekuatan lain yang mampu mengalahkan kekuatan Allah sendiri. Kekuasaan Allah mengatasi kekuatan apapun yang ada di dunia ini. Maka semua ciptaan harus tunduk pada kekuatan Allah.

c. Yesus Mengusir Roh Jahat (Mark 1:21-28)

Dengan mengusir roh jahat, Yesus ingin menunjukkan bahwa Allah lebih berkuasa dari roh-roh yang ada. Roh jahat selalu mengarahkan manusia pada perbuatan yang tidak dikehendaki Allah yang membawa kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan Roh Allah membawa manusia pada kebenaran dan kebahagiaan hidup bersama Allah.

Yesus mewartakan Kerajaan Allah melalui tindakan belas kasih, sehingga kitapun juga mesti mampu berbuat belaskasih pada sesama terutama mereka yang menderita, yang tersingkirkan dan kurang mendapat perhatian.






Yesus Mewartakan Kerajaan Allah Melalui Perumpamaan – Ringkasan

Bukan hal yang mudah untuk memahami misteri tentang Kerajaan Allah. Maka kerapkali Yesus merumuskan ajaran-Nya tentang Kerajaan Allah dalam bentuk Perumpamaan.

Perumpamaan adalah penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa imajinatif, kiasan simbolis, atau perbandingan.

Dengan menggunakan perumpamaan, orang yang mendengarkan ajaran-Nya diharapkan dapat lebih mudah mengerti, memahami dan melaksanakan ajaran-Nya dalam kehidupan nyata.

Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus seringkali menggunakan perumpamaan sesuai dengan situasi dan kondisi para pendengarnya, dan biasanya diambil dari hal-hal yang ada dalam kehidupan masyarakat sehari- hari, baik berupa benda atau pengalaman, atau kejadian atau kebiasaan, sehingga orang-orang yang mendengarkan perumpamaan yang disampaikan Yesus akan lebih mudah memahami ajaran Yesus.

Kalau pendengarnya sebagian besar para petani maka dalam mewartakan Kerajaan Allah Yesus menggunakan perumpamaan biji sesawi, lalang diantara gandum, pembajak sawah, penabur benih dan sebagainya.

Kalau berhadapan pendengarnya nelayan maka Yesus menggunakan perumpamaan pukat, jala dan sebagainya.

Meski demikian perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus diharapkan dapat diambil pesannya oleh siapapun yang mendengarnya. “Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar” (Mat 13:45; lih. Luk 14:35).

Beberapa contoh perumpamaan yang digunakan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah adalah sebagai berikut:

1. Perumpamaan Seorang Penabur (Mark 4:3-8,13-20)

Perumpamaan ini hendak menjelaskan bahwa dalam karya Yesus untuk menegakkan Kerajaan Allah betapapun ada kegagalan, karya-Nya itu akan meng- hasilkan buah panen yang berlimpah, melebihi apa yang diperkirakan manusia. Oleh karena itu pengikut Yesus tidak perlu berkecil hati dan mudah putus asa bila mengalami berbagai kegagalan.

2. Perumpamaan tentang Benih yang Tumbuh (Mark 4:26-29)

Perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa Kerajaan Allah seumpama benih yang sudah ditaburkan, lalu ia akan tumbuh sendiri, bahkan petani sering tidak mengetahui kapan ia akan bertunas atau kapan akan ke luar bunga dan kapan persisnya buah terbentuk. Demikian pula tumbuhnya Kerajaan Allah sering tidak bisa diamati pasti, tergantung sepenuhnya pada Allah, bukan usaha manusia. Bahkan, manusia tidak memaksa supaya cepat, atau memperlambat pertumbuhannya. Pada saatnya yang tepat Allah sendiri yang akan menegakkan Kerajaan Allah.

3. Perumpamaan tentang Lalang di antara Gandum (Mat 14:24-30)

Kerajaan Allah yang diwartakan dan ditawarkan oleh Yesus kepada semua orang. Untuk tegaknya Kerajaan Allah tidak harus dengan cara segera menghabisi yang jahat, melainkan memberi kesempatan mereka untuk bertobat, sebab Kerajaan Allah sendiri yang akan menghakimi mereka, bukan manusia. Allah mencintai dan menghendaki semua manusia yang baik dan yang jahat. Tegaknya Kerajaan Allah justru terjadi bila yang baik dan yang jahat bisa hidup bersama dan dengan penuh kesabaran serta kasih mendorong yang jahat menjadi baik.

4. Perumpamaan tentang Pukat (Mat 13:47-50)

Kerajaan Allah itu bagaikan pukat, yang ketika ditebarkan akan mendapatkan bermacam-macam ikan, ada yang besar dan ada yang kecil, ada yang beracun dan tidak. Demikian pula, dalam Kerajaan Allah dikembangkan sikap tidak mudah menghakimi orang lain, merasa diri yang paling baik dan paling layak menjadi warga Kerajaan Allah, dan yang lain dengan segala kejahatannya dianggap tidak layak masuk Kerajaan Allah. Biarlah Allah sendiri yang memilah-milah antara yang baik dan yang tidak baik.

5. Perumpamaan tentang Harta Terpendam dan Mutiara Berharga (Mat 13:44-46)

Demi Kerajaan Allah, manusia harus memandang Allah sebagai harta yang paling berharga. Untuk itu ia harus berani meninggalkan segala miliknya yang selama ini dianggap paling berharga dalam hidupnya. Hidup dalam Kerajaan Allah adalah hidup yang penuh suka cita, sekalipun untuk mencapainya seseorang harus berani meninggalkan segalanya.

Ringkasan Buku Guru Kelas 8 K13


Mau mendengarkan renungan harian dengan pendekatan pribadi dan menyentuh? Kunjungi dan subsribe channel YouTube Risalah Immanuel. Upload setiap hari jam 6 pagi WITA!





Kerajaan Allah sebagai Pokok Pewartaan Yesus – Ringkasan

Dalam Doa Bapa Kami terdapat kata-kata “Datanglah Kerajaan-Mu”. Yang dimaksud Kerajaan-Mu adalah Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga. Apakah yang dimaksud dengan Kerajaan Allah itu?

Kata “Kerajaan Allah” bukan berarti daerah kekuasaan Allah. “Kerajaan Allah” berarti Allah sendiri yang tampil sebagai Raja

Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel sering menyebut Allah (Yahwe) sebagai Raja. Allah diimani mereka sebagai Raja yang kuat, yang berkuasa, yang berdaulat. Kekuatan, kekuasaan dan kedaulatan Allah itu misalnya dialami oleh bangsa Israel dalam peristiwa penyeberangan Laut Merah (lih. Kel 15:11-13; Ul 3:24; Bil 23:21 dst). Sebagai Raja, Allah adalah Raja yang adil (baca Mzm 146:6-10), yang melindungi orang miskin (lih. Im 25: 35-55). I Raja yang Mulia (Mzm 24: 8,10) Raja yang berkuasa atas seluruh bumi (lih. Mzm 47:8), dan berkuasa untuk selama-lamanya (Mzm 29:10).

Dalam bangsa Yahudi pada zaman Yesus,  ditemukan beberapa paham tentang makna Kerajaan Allah, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kerajaan Allah yang bersifat Politis

Kerajaan Allah yang damai dan sejahtera hanya akan terwujud bila Allah tampil sebagai seorang tokoh politik yang dengan gagah berani mampu memimpin bangsa Israel melawan penjajah Romawi dan para penindas rakyat.

2. Kerajaan Allah yang Bersifat Apokaliptis

Kelak pada akhir zaman Allah akan menegakkan Kerajaan-Nya dan membebaskan manusia dari segala penderitaan.

3. Paham Kerajaan Allah yang Bersifat Yuridis-Religius

Mereka memandang Hukum Taurat sebagai wujud Kekuasaan Allah yang mengatur manusia. Maka mereka yang sekarang taat kepada hukum Taurat sudah menjadi warga Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melakukan apa yang dituntut dalam hukum Taurat mereka tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Mesias sebagai tokoh agama yang mampu menegakkan hukum Taurat.

Ciri khas pewartaan Yesus ialah bahwa kedatangan Allah sebagai Raja Penyelamat dinyatakan akan terjadi dengan segera.

Pewartaan Kerajaan adalah pewartaan kerahiman Allah dan karena itu merupakan warta pengharapan. Kerajaan Allah berarti turun tangan Allah untuk menyelamatkan, untuk membebaskan dunia secara total dari kuasa kejahatan (lih. Luk 10:18). Maka sabda Yesus tertuju kepada orang yang menderita (lih. ”Sabda bahagia”: Luk 6:20-23 dsj.). Pewartaan Yesus bukan janji-janji lagi. Dan dalam diri Yesus, Kerajaan Allah telah datang, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Baca Luk 4:14-32).

Pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia. Ia memanggil orang supaya siap siaga menerima Kerajaan Allah bila datang. Dalam hubungan ini mengesanlah betapa ditekankan oleh Yesus sifat “rahmat” Kerajaan: “Bapa memberikan Kerajaan” (Luk 12:32; juga 22:29). Oleh karena itu orang harus menerima Kerajaan “seperti kanak-kanak” (Mrk 10:14 dsj.; lih. juga Luk 6:20 dsj.). Tawaran rahmat itu sekaligus merupakan tuntutan mutlak: “Kamu tidak dapat sekaligus mengabdi kepada Allah dan kepada mamon (uang)” (Mat 6:24).

Kerajaan Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus menerimanya dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik.

Dalam dunia saat ini, kita melihat banyak pembunuhan, pemerkosaan, penindasan, korupsi, perkelahian, dan sebagainya. Ada kesan Allah tidak atau belum memerintah di bumi ini.  Memang kerajaan Allah belum terlaksana dengan sepenuh-penuhnya, tetapi sudah mulai nyata. Sebab melalui Yesus, pemerintahan Allah sudah mulai menerobos masuk ke dalam dunia yang rusak ini. Sejak kedatangan Yesus, lebih-lebih sejak kebangkitan-Nya dari alam maut dan sejak turunnya Roh Kudus atas orang-orang yang percaya kepada-Nya, Allah mulai meraja di bumi ini.

Ia mulai meraja dengan sepenuh-penuhnya baru dalam diri Yesus, sebab hanya Dialah yang seluruhnya dirajai Allah. Tetapi mulai dari Yesus, pemerintahan Allah semakin meluas, sebab setiap langkah yang diambil oleh Yesus (kini melalui Gereja- Nya) menawarkan keselamatan kepada mereka yang dijumpai-Nya. Dengan demikian terbukalah jalan bagi pemerintahan Allah di dunia ini, sehingga kita dapat pula melihat daftar peristiwa-peristiwa cerah yang membawa banyak harapan.

Untuk dapat menjadi warga Kerajaan Allah kita dapat belajar dari “Sabda Bahagia” yang diwartakan Yesus yaitu dalam hidup sepenuhnya kita harus menyandarkan diri kepada kekuatan Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan. Untuk itu kita harus rela melepaskan raja-raja yang lain, seperti harta dan kehormatan, dan rela pula mempertaruhkan segala-galanya, termasuk diri sendiri, demi Sang Raja.


Yesus peduli penderitaan sesama


 Pengantar

•       Ada cukup banyak orang kini bersikap kurang peduli terhadap mereka kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan cacat. Karena sikap egoisme begitu kuat.

•       Terdapat kecenderungan seseorang tidak lagi memikirkan sesamanya. Karena mereka lebih memikirkan dan mementingkan diri sendiri.

Orang yang memiliki sifat peduli pada sesama biasanya memiliki ciri-ciri;

•       Peka terhadap keadaan sesama disekitarnya,

•       Mudah dan ringan tangan untuk membantu sesama yang menderita,

•       Tidak mudah egois dalam banyak hal,

•       Mudah tergerak hatinya untuk menolong orang lain yang membutuhkan bantuan,

•       Tidak malu ataupun canggung untuk menolong dan membantu sesama yang menderita.


YANG KITA TELADANI DARI YESUS:

Berani berkorban dan peduli pada penderitaan sesama demi kesehjahteraan/keselamatan banyak orang.

Terus belajar setia atau taat kepada suara hati. 

Yakin dan percaya bahwa Allah selalu membantu kita. 

Sebagai murid Kristus, kita semua juga diundang untuk terus belajar taat kepada kehendak Bapa dan misteri kehendak-Nya.  Ini dapat kita lakukan dengan taat kepada suara hati yang benar, mempertajam daya pikir yang baik. 

 Dengan sikap yang senantiasa peduli pada suara hati, maka Tuhan yang bersuara melalui hati kita akan mudah untuk kita dengar, terlebih kehendak-Nya yang senantiasa mengajak kita untuk peduli pada penderitaan sesama kita. 

 Keteladanan Yesus ini sungguh menuntun kita, supaya kita pun bersikap seperti Yesus, berani berkorban dan peduli pada penderitaan sesama demi kesehjahteraan banyak orang dan terus belajar setia atau taat kepada suara hati. Kita yakin dan percaya bahwa Tuhan selalu membantu kita. 

 Yesus sangat peduli, terutama terhadap orang yang menderita (preferential option for the poor). 

 Bagi Yesus keselamatan manusia lebih bernilai dari pada ketaatan pada atura. 

 Pelayanan atau perbuatan untuk menyelamatkan manusia HARUS dilakaukan meskipun pada hari Saba. 

 Tuhan Yesus mengajak kita untuk mengulurkan tangan bagi yang membutuhkan terutama yang menderita. 

 Kadang kita terbentur dengan aturan yang berlaku, maka kita harus mendahulukan keselamatan manusia