Mengenali kehendakNya hari ini melalui Sabda lewat Gereja.
Silakan temui DIA dalam keheningan mu!
Mengenali kehendakNya hari ini melalui Sabda lewat Gereja.
Silakan temui DIA dalam keheningan mu!
Nikmatilah dan resapilah Sapaan Tuhan hari ini!
Adakah Ia bicara kepadamu?
Bagaimana kita menanggapinya?
Rahmat yang kamu peroleh apa?
Kekudusan Gereja dibicarakan dalam Konsili Vatikan II, konstitusi Lumen Gentium pada bab V. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, mealinkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus.
Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci : “Di dunia ini gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dalam hal kesucian pun yang pokok bukanlah bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.
“Suci” sebetulnya berarti yang dikhususkan bagi Tuhan. Jadi yang pertama-tama menyangkut seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikhususkan bagi Tuhan, atau orang. Malah sebenarnya harus dikatakan bahwa “yang kudus” adalah Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang, disebut “kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.
Kudus pertama-tama bukanlah termasuk kategori moral yang menyangkut kelakukan manusia, melainkan kategori teologis (ilahi), yang menentukan hubungan dengan Allah. Ini bukan berarti kelakuan moral tidak penting karena yang dikhususkan bagi Tuhan, harus “sempurna” (Im 1:3, Rm 6:19, 22).
“Gereja itu suci dan sekaligus harus dibersihkan, serta terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan “(LG 8). Kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan, terus menerus.
Landasan Hukum Gereja yang Satu dapat kita lihat dalam Katekismus Gereja Katolik dibawah ini :
“Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik” (LG 8).
Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811)
Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya yang tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya” (DS 3013). (KGK 812)
Gereja itu satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putra, dan Roh Kudus” (UR 2 §5). Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. “Sebab Putra sendiri yang menjelma … telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu tubuh” (GS 78,3). Gereja itu satu menurut jiwanya. “Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja” (UR 2 §2). Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (St. Klemens dari Aleksandria, Pæd. 1,6,42:PG 8,300). (KGK 813)
Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; “maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri” (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Oleh karena itu, Santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” (Ef 4:3). (KGK 814)
Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, “ikatan kesempurnaan” (Kol 3:14). Tetapi kesatuan Gereja peziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut ini:
Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: “Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petrus-lah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah” (UR 3). (KGK 816)