Awal Mula
Sejarah Gereja menunjukkan adanya perkembangan perintah Gereja, hingga sampai dirumuskan ada lima, seperti yang kita ketahui sekarang ini.
Di jaman sekitar tahun 300-an, sudah ada semacam penekanan kewajiban untuk menghadiri Misa setiap hari Minggu dan hari perayaan kudus lainnya, dan untuk menerima sakramen. Penekanan ini ini terus berkembang sampai abad ke tujuh, di mana diberikan sangsi bagi mereka yang tidak mengikuti Misa Minggu dan hari- hari perayaan yang ditentukan Gereja; namun hal- hal ini belum secara resmi disebut sebagai perintah Gereja.
Demikian pula pada jaman St. Bonifasius (672-754), Regino dari Prum (915); namun kehadiran dalam Misa Kudus selalu ditekankan, demikian juga kehadiran dalam perayaan- perayaan kudus.
Perintah Gereja pertama kali dikenal di jaman Paus Celestine V di abad ke 13, namun isinya tidak sama dengan yang kita kenal sekarang.
Selanjutnya, St. Antonius dari Florence (1439) dalam “Summa Theologica” (part I, tit. xvii, p. 12) mengeluarkan sepuluh perintah Gereja, yang kemudian diperbaharui oleh St. Petrus Kanisius dalam “Summa Doctrinæ Christianæ“(1555) dan St. Bellarminus dalam “Doctrina Christiana” (1589).
Kelima perintah Gereja yang kita kenal sekarang ini berasal dari St. Petrus Kanisius, yaitu (lih. Puji Sykur 7)
- Rayakan hari raya yang disamakan dengan hari Minggu.
- Berpuasa dan berpantanglah pada hari yang ditentukan.
- Mengaku dosalah sekurang-kurangnya sekali setahun.
- Menyambut Tubuh Tuhan pada Masa Paskah.
MAKSUD DAN TUJUAN
Perintah Gereja, yang mengikat umat beriman, mempunyai tujuan sebagai berikut:
- untuk menentukan dan menjelaskan ajaran- ajaran iman
- untuk melaksanakan tentang waktu dan cara sehubungan dengan hukum Ilahi, yang tidak secara jelas disebutkan dalam hukum itu, misalnya tentang kewajiban umat beriman untuk menerima Ekaristi di masa Paskah dan mengku dosa sekurang- kurangnya setahun satu kali.
- untuk menentukan batasan hukum moral, pada saat hati nurani sulit memutuskan.
- untuk melestarikan dan menjaga pelaksanaan hukum yang lebih tinggi, misalnya pelaksanaan hukum dalam sepuluh perintah Allah.
- untuk menentukan batas minimum yang mutlak bagi umat beriman dalam doa dan usaha melaksanakan perintah Tuhan.
DALAM KATEKISMU
Secara khusus lima perintah Gereja dijelaskan di Katekismus, demikian:
KGK 2041
Perintah-perintah Gereja melayani kehidupan kesusilaan, yang berhubungan dengan kehidupan liturgi dan hidup darinya. Sifat wajib dari hukum positif ini, yang dikeluarkan oleh gembala-gembala, hendak menjamin satu batas minimum yang mutlak perlu bagi umat beriman dalam semangat doa dan usaha yang berkaitan dengan kesusilaan, pertumbuhan kasih kepada Allah dan sesama.
KGK 2042
Perintah pertama (“Engkau harus mengikuti misa kudus dengan khidmat pada hari Minggu dan hari raya”) menuntut umat beriman supaya mengambil bagian dalam Ekaristi, manakala persekutuan Kristen berkumpul pada hari peringatan kebangkitan Tuhan (Bdk. CIC, cann. 1246-1248; CCEO, can. 881, 1.2.4).
Perintah kedua (“Engkau harus mengaku dosamu sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun”) menjamin persiapan untuk Ekaristi melalui penerimaan Sakramen Pengakuan, yang melanjutkan pertobatan dan pengampunan yang telah diperoleh dalam Pembaptisan (Bdk. CIC, can. 989; CCEO, can. 719).
Perintah ketiga (“Engkau harus sekurang-kurangnya menerima komuni kudus pada waktu Paska dan dalam bahaya maut”) menjamin satu batas minimum untuk menerima tubuh dan darah Tuhan dalam hubungan dengan pesta-pesta masa Paska, asal dan pusat liturgi Kristen (Bdk. CIC, can. 920 CCEO, cann. 708; 881,3)
KGK 2043
Perintah keempat (“Engkau harus merayakan hari raya wajib”) melengkapi hukum hari Minggu dengan keikutsertaan dalam pesta-pesta utama liturgi, yang menghormati misteri Tuhan, Perawan Maria, dan para kudus (Bdk. CIC, can. 1246; CCEO, cann. 881, 1.4; 980,3).
Perintah kelima (“Engkau harus menaati hari puasa wajib”) menjamin waktu penyangkalan diri dan pertobatan, yang mempersiapkan kita untuk pesta-pesta liturgi; mereka membantu agar memenangkan kekuasaan atas hawa nafsu dan memperoleh kebebasan hati (Bdk. CIC, cann. 1249-1251; CCEO, can. 882).
Umat beriman juga berkewajiban menyumbangkan untuk kebutuhan material Gereja sesuai dengan kemampuannya (Bdk. CIC, can. 222).